32. Menyakitkan

14 2 0
                                    

Happy reading!🤩
Semoga belum bosan.🤗❣️

🖤*****>_<*****🖤

Disya baru sadar setelah dua jam pingsan. Ia mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. Netranya menatap ruangan inap yang tidak ada orang. Disya mencari ponselnya, namun, baterainya habis. Ia pun menghela napas panjang, tidak lama kemudian, pintu terbuka. Disya pikir, dia adalah Arden, tapi ternyata adalah ayahnya, atau Haris.

"Kamu pasti mencari Arden, 'kan?" tanya Haris menatap Disya yang langsung menganggukkan kepalanya.

"Di mana dia, Om?" Disya ingin tau.

"Dia sedang bersama dengan Nindira. Di pemakaman kakak kamu," sahut Haris santai. Ia melangkahkan kakinya mendekati Disya yang terkejut.

"Saya juga ingin pergi ke sana," kata Disya hendak melepaskan infus yang berada di tangannya, namun, Haris mencegahnya.

"Tidak bisa. Secepat lagi, Arden pasti akan datang ke sini. Jadi, tunggulah," usul Haris tersenyum tipis kepada Disya yang menunduk selama dua detik.

"Kenapa om datang ke sini?" tanya Disya sedikit was-was. Lantaran, Haris tiba-tiba datang dan duduk santai di kursi, tepat di samping brankarnya. Meski, jarak mereka sekitar satu meter.

"Ada yang ingin saya bicarakan sama kamu," tegas Haris seraya melonggarkan dasinya. Ia masih belum mengganti pakaiannya.

"Apa, Om?" Disya penasaran.

Haris pun menghembuskan napas kasarnya. "Kamu ingin tau kenapa Rizal bisa di tembak?" tanyanya.

"Ya. Saya sangat ingin tau, Om. Ah, iya. Bukannya om ada di samping orang yang menembak kakak saya? Saya tau dari Arden," kata Disya setelah mengangguk cepat. Ia juga tiba-tiba terpikirkan ucapan Arden dua jam yang lalu. Jujur, dirinya curiga kepada Haris.

Haris tidak terlalu terkejut saat mendengar ucapan Disya barusan. Lantaran, yakin bahwa putranya akan mengatakan itu kepada Disya. Dan ternyata, memang benar. Raut wajahnya masih serius, ia pun berucap, "Ada seseorang yang mempunyai dengan pribadi kepada kakak kamu."

"Siapa? Dan, kenapa?" Disya dengan cepat langsung menanyakan itu kepada Haris yang tersenyum tipis.

"Saudara orang yang sudah dibunuh oleh Rizal. Kamu tidak akan tau, kamu mungkin hanya mengetahui adiknya," papar Haris santai, tapi, penuh penekanan.

Disya membelakakan kedua matanya. "APA?! Apa maksudnya, ya? Gak mungkin kakak saya membunuh seseorang," elaknya.

"Bukan seseorang, melainkan, beberapa orang," timpal Haris menampilkan senyum sinisnya.

Hal itu, membuat Disya kembali terkejut. Ia menggeleng cepat. "Gak! Gak mungkin, Om! Kak Rizal gak mungkin kayak gitu! Dan juga, jika benar, kenapa kakak saya melakukan pembunuhan?" tanya Disya menatap Haris yang menghela napas kasar.

"Saya rasa, sekarang memang waktu yang sangat pas untuk kamu mengetahui semuanya." Haris mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Awalnya, dirinya hanya akan mengatakan itu, tapi, tiba-tiba dia merasa ingin membeberkan semuanya kepada gadis seumuran putranya tersebut.

Disya diam lantaran menunggu penjelasan dari Haris. Wajahnya terlihat penasaran, tangannya meremas kuat selimut yang menutupi tubuhnya hingga batas perut. Jam menunjukkan pukul tujuh malam.

"Saya tidak tau kamu sudah mengetahuinya atau tidak, bahwa kakak kamu bukanlah pelaku sebenarnya yang membuat Nindira hampir melakukan bunuh diri selama dua kali. Saya membebaskannya enam bulan yang lalu, karena saya sudah mengetahui siapa pelaku sebenarnya. Saya berniat untuk memenjarakan pelakunya, tapi, Rizal tidak mau itu terjadi. Dia malah menginginkan sesuatu," terang Haris menjeda ucapannya. Lantaran, ingin melihat ekspresi wajah Disya yang ternyata tidak berubah. Haris berpikir, gadis itu mungkin sudah tau.

Everything is Revealed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang