39. Lupa?

15 1 0
                                    

Selamat membaca semuanya!😚🎈

Semoga belum bosan, ya!😍

Jangan lupa tekan ⭐ dulu. Hehe.

🖤*****>_<*****🖤

"Nikahnya kapan, Bim?" tanya Disya ingin tau.

"Katanya sih dua minggu lagi," jawab Arden santai.

"Dua minggu lagi? Lo udah ngobrol sama Kayla?" Disya terlihat terkejut.

"Terakhir kali gue ngobrol sama dia itu satu bulan yang lalu. Dia ngehindarin gue, pas ketemu, gak mau ngobrol sama gue," ungkap Arden seraya menghela napas pelan.

"Terus lo bisa tau darimana?" Disya tentunya bingung.

"Tante Jia telpon gue. Katanya harus datang sama lo ke pernikahannya sama Om Sean," balas Arden kepada Disya yang langsung mengangguk-anggukan kepalanya.

"Tapi, lo udah ngobrol sama Reina?"

"Kenapa gue harus ngobrol sama dia? Lagian kan, waktu kejadian itu, dia kayak baik-baik aja. Enggak kayak Kayla. Jadi, gue gak khawatir sama dia," tuturnya jujur.

"Iya. Gue juga gitu. Tapi, lo yakin dia bakal baik-baik aja kalo ngobrol sama Kayla? Begitu juga sebaliknya. Gue khawatir mereka bertengkar secara batin. Dari luar mereka emang keliatan baik-baik aja, tapi pas sendiri, nangis. Gue takut, mereka ngelakuin hal buruk," jelas Disya santai, namun kedua matanya menyiratkan keseriusan.

Arden diam sesaat seraya memikirkan ucapan Disya barusan. Beberapa puluh detik kemudian, dirinya berucap, "Tapi, emangnya kita boleh ikut campur? Maksudnya, mereka kayak gitu kan gara-gara orang tuanya. Bukan gara-gara kita. Gue ngerti lo peduli, gue juga sama. Menurut gue, mereka harus nyelesainnya sama orang tua mereka."

"Gue emang gak mau kita ikut campur. Cuman, gue kasihan aja. Lo bayangin, Bim. Hati mereka pasti sakit banget pas tau apa yang orang tua mereka lakuin. Terutama Kayla. Gue gak tega liatnya," kata Disya masih menatap wajah Arden dengan tatapan yang sama.

Arden sedikit terkejut mendengar ucapan gadis yang duduk di sampingnya itu. Ia menghela napas panjang, kemudian membalas, "Lo masih peduli sama orang yang sering nyakitin lo? Mereka emang sakit hati, tapi, lo lebih sakit hati. Keluarga lo dipandang buruk sama semua orang, dan lo sendirian. Gak kayak mereka. Gue ngomong gini bukan nyepelein atau apa. Gue cuma aneh aja sama lo."

Disya terdiam seketika. Kepalanya ditundukkan selama satu menit. "Gue tau, Bim. Tapi, gue cuma benci liat orang terluka. Karena gue terluka setiap hari. Jadi, gue mutusin buat bantu orang
yang gue kenal biar gak terluka terlalu dalam. Kayak Kayla sama Reina," paparnya tanpa menatap wajah Arden sedikitpun.

"Maaf. Maafin gue, Dis." Arden malah mengatakan itu, tentunya Disya lantas menatapnya dengan kening berkerut.

"Kok lo malah minta maaf sih?" tanyanya membutuhkan penjelasan.

"Gue datang terlambat. Seharusnya dari waktu gue ketemu sama lo, gue langsung deketin lo dan lindungin lo. Bukannya malah datang waktu situasi buruknya memuncak," ujar Arden. Kedua matanya menyiratkan penyesalan dan rasa bersalah.

"Abim ...." panggil Disya dengan nada suara lirih.

Arden menatap gadis itu bingung.

"Lo jangan minta maaf lagi. Lo sama sekali gak salah. Gue yang harusnya minta maaf karena libatin lo ke dalam masalah gue sendiri. Soal lo datang terlambat, menurut gue, nggak. Lo datang di saat gue butuh seseorang. Waktu itu, gue capek banget dan kadang mau nyerah. Tapi, lo malah gak setuju gue dikeluarin. Dari kejadian itu, semangat gue mulai tinggi lagi buat cari tau masalah keluarga gue. Intinya, makasih banyak. Gue bahagia banget bisa ketemu sama lo, dan dekat kayak gini," terang Disya mengatakannya secara lancar. Nadanya lembut, tatapannya tulus menatap Arden yang lantas tersenyum manis.

Everything is Revealed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang