10. Kode

22 2 0
                                    

Selamat membaca😘🤗❣️

🖤*****>_<*****🖤

"Lo udah tau kalo gue itu gak mau pacaran atau tunangan. Jadi, kalo lo udah suka sama gue. Gue mau langsung nikahin lo." Nada dan tatapannya, seolah-olah ucapannya bukan main-main atau omong kosong semata.

Disya membelalakkan kedua matanya. Antara terkejut dan tidak percaya. Kemudian, ia berdecak dengan senyum sedikit miring. "Gak usah ngaco deh. Lo lulus aja belum, udah ngomong tentang itu." Disya juga menggeleng pelan.

"Gue gak ngaco, Dis. Gue serius," ungkap Arden menatap kedua bola mata gadis di hadapannya.

Disya tidak langsung membalas. Dia malah berjalan santai menuju pintu gudang. Tangannya menarik kunci, hingga pintu itu sedikit terbuka. Disya membalikkan badannya, ia berucap, "Kalo mau seriusin gue, belajar yang bener. Gue gak mau punya cowok bodoh."

Arden menganga tidak percaya mendengar ucapan Disya barusan. Awalnya ia akan berujar, namun, gadis itu sudah terlebih dahulu pergi dari pandangannya. Arden menghembuskan napas panjangnya. Lalu, bergumam, "Dia ngode? Oke." Ia mengangguk paham. Senyum senangnya tiba-tiba terlihat.

Disya berdehem keras, membuat Arden seketika menoleh. Ia tidak menyangka jika gadis itu masih berada di sini. Dirinya pikir Disya pergi meninggalkannya seorang diri. "Gue laper. Mau ke kantin bareng gak? Gue mau neraktir lo," tuturnya sedikit gugup. Bahkan, ia tidak menatap lawan bicaranya.

"Siap. Jarang banget lo mau neraktir gue. Ada kabar bahagia apa?" balas Arden berjalan mendekat ke arah Disya yang kembali berdehem, lantaran, pria itu tiba-tiba merangkul bahunya mesra.

"Gue cuma mau aja," kata Disya. Langkahnya santai menuju arah kantin. Arden menyamakan langkah kakinya dengan dirinya.

"Nanti malem. Lo datang ke rumah orang tua gue, ya!" suruh Arden melirik sekilas Disya setelah mengangguk-anggukan kepalanya paham.

"Mau ngapain?" tanya Disya bingung.

"Ada yang mau mereka omongin sama lo. Kayaknya penting. Jadi, nanti gue jemput lo. Rumah lo masih sama, 'kan?" Ia memang terlihat santai, tapi, kedua matanya menyiratkan kejujuran.

"Oh gitu. Iya. Masih sama." Disya mengangguk mengerti.

"Lo mau pindah gak? Jadi di apartemen. Biar bersebelahan sama gue," tawar Arden kembali melirik Disya yang langsung menggelengkan kepalanya.

"Gak, makasih. Biayanya lebih murah di rumah sendiri daripada di apartemen," sahut Disya santai.

"Gue yang biayain deh," ucap Arden serius.

Disya tersenyum tipis. "Jajan aja masih di kasih sama orang tua. Udah bilang mau biayain orang asing. Harusnya lo kasian sama orang tua lo, jangan kasihan ke gue."

Arden sedikit memanyunkan bibirnya sebal. "Niat gue baik loh. Kok lo malah nolak? Jajan gue emang masih di kasih sama orang tua. Tapi, gue sering nabung. Jadi, itu uang gue dong. Jadi, gue serius mau biayain tempat tinggal lo." Ia kekeh.

"Yaudah, lo terus nabung aja. Soal biayain tempat tinggal gue, nanti aja. Gue masih mampu. Tapi, gak mau ninggalin rumah peninggalan orang tua gue. Gue hargai kok niat baik lo. Cuma bukan sekarang waktunya," jelas Disya melirik Arden dengan kedua mata menyiratkan ketulusan.

Arden mengangguk paham. Ia bertanya, "Terus kapan waktunya?"

Disya diam sesaat, lantaran bingung harus menjawab apa. Hingga, beberapa detik kemudian. Ia pun membuka suaranya, "Kalo gue udah gak punya uang." Disya mengasal.

"Sekarang uang lo berapa?" tanya Arden lagi.

Disya kembali bergeming. Dalam hati, ia merasa kesal karena Arden terus bertanya. Tapi, Disya harus menjawabnya. "Gak tau. Kayaknya masih cukup sampai kelulusan nanti." Disya jujur.

Everything is Revealed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang