02. Suruhan

59 3 0
                                    

Selamat membaca😉🖤

🖤*****>_<*****🖤

"ARDEN" teriak Kayla memanggil pria yang hendak melajukan motor sport berwarna hitamnya.

Arden menoleh, alisnya sedikit terangkat.

"Turun dulu. Ada yang mau gue omongin," suruh Kayla seraya mengeluarkan napas panjangnya, dirinya lelah karena berlari dari kelas menuju parkiran yang tidak dekat.

Arden menurut tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ia melepaskan helmnya. Kemudian, memposisikan tubuhnya menjadi berdiri tepat di hadapan Kayla dengan jarak sekitar tiga meter.

"Kenapa lo nolak dia dikeluarin? Lo suka sama dia?" Awalnya Kayla bertanya, lalu berakhir menuduh.

"Kenapa lo mau tau?" Bukannya menjawab, Arden malah sama halnya mengajukan pertanyaan.

Kayla menghela napas kasar. Ia membalas, "Gue nanya juga mau tau. Karena lo nolak sendirian, si Nadisya jadi gak dikeluarin. Sebenarnya, lo bisik apa sih ke Pak Ham sampai Pak Ham berubah pikiran dalam waktu cepat?" Dirinya sungguh penasaran.

Arden melirik ke arah lain beberapa detik. Lalu, kembali menatap wajah ingin tau Kayla. "Gue malas jawabnya. Lo cari tau aja sendiri." Setelah mengatakan itu, Arden memakai helmnya lagi.

"Gue rasa, tuduhan gue benar. Lo suka sama dia. Makanya, gak rela kalo dia dikeluarin dari sekolah ini," ujar Kayla menatap Arden yang sepertinya tidak menganggapnya ada. Nada suaranya sedikit dingin. Raut wajahnya juga berubah menjadi datar.

"Terserah lo mau ngomong apa. Gue gak peduli sama sekali," sahut Arden tanpa menoleh kepada Kayla yang berdecak kesal.

"Gue yakin, lo punya alasan lain kenapa ngelakuin itu. Gue kenal lo dari zaman sd. Lo gak pernah lakuin hal-hal tanpa alasan. Dan gue sangat yakin, kalo alasan itu berkaitan dengan keluarganya," ucap Kayla yang masih bisa didengar oleh Arden. Lantaran, pria itu belum melajukan motornya.

Arden tidak membalas lagi. Dia pergi dari hadapan Kayla yang langsung mengacak rambutnya frustasi.

"Kenapa harus lo yang nolak? Kenapa gak orang lain aja?" Dirinya bergumam dengan nada kesal.

*****

Nadisya menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Pikirannya terus tertuju dengan kejadian di lapangan beberapa puluh menit yang lalu. Hampir semua murid sudah pulang. Hanya dirinya seorang diri yang masih berada di kelas. Rasanya enggan untuk pulang ke rumahnya. Nadisya atau Disya, lebih nyaman berlama-lama di sekolah, apalagi di kelas dan perpustakaan. Jam masih menunjukkan pukul 13.13, tapi, cuaca berubah menjadi mendung, sepertinya akan turun hujan. Fisiknya memang baik-baik saja, tapi tidak dengan batinnya.

"Dia nolak sendirian, pasti punya alasan. Tapi alasannya apa? Gimana caranya agar tau?" monolog Disya seraya menatap lurus ke depan, lebih tepat, papan tulis.

"Pusing banget mikirinnya," lanjutnya seraya bangun dari duduknya. Tangannya memasukkan buku-buku catatan miliknya ke dalam tas sekolahnya yang berwarna biru terang.

"Pulang aja deh." Disya mengangguk cepat. Jemarinya memegang kuat tali tas sekolahnya. Rambut pendeknya tidak bisa diam, lantaran, Disya berjalan seperti anak kecil. Dahinya tertutupi oleh poni, sebelah kanan dan kirinya, terlihat beberapa puluh helai rambut yang panjangnya setengahnya dengan rambut pendeknya.

Disya sampai di sebuah jalanan yang selalu ramai, rumahnya memang berada di sisi jalan. Memudahkannya untuk menaiki kendaraan umum. Rumahnya bisa terbilang mewah bagi yang menempatinya hanya satu orang. Langkahnya harus terhenti, lantaran dua orang wanita yang tidak lain tetangganya, duduk di kursi depan rumahnya.

Everything is Revealed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang