Selamat membaca😍🖤
Semoga suka!🖤*****>_<*****🖤
"Gue sama dia datang lebih awal karena, mastiin tempatnya benar atau enggak. Kalo enggak kan, kita pasti buang-buang waktu. Jadi, kita berdua cek, dan ternyata emang benar," jelas Arden santai. Ia juga kembali melangkahkan kakinya bersama Disya.
"Apa? Hanya mengecek?" Kayla merasa tidak percaya. Kakinya berjalan cepat, menyamakannya dengan Arden.
Arden berdehem menanggapi pertanyaan gadis tersebut.
"Gue gak percaya. Kalian pasti punya hubungan khusus. Gak mungkin datang ke tempat sejauh ini, berdua, cuma mau ngecek rumahnya benar atau enggak," balas Reina setelah mengangguki ucapan Kayla. Ia sedikit menabrak bahu Disya, mencoba agar dirinya berdiri di samping kiri Arden, di kanannya Kayla.
Disya hanya bisa menghela napas kasar seraya menggeleng pelan. Ia berjalan santai di belakang mereka bertiga.
"Terserah kalian deh. Yang penting gue ngomong fakta," decak Arden melirik Kayla, lalu Reina dengan tatapan sama-sama sinis.
Sontak, Kayla dan Reina diam. Suasana pun berubah menjadi hening. Mereka seolah sibuk dengan pemikiran masing-masing. Hingga, langkah Arden terhenti di sebuah rumah sederhana yang berada di dekat persawahan. Banyak juga rumah-rumah yang berjajar rapi. Tempatnya sangat cocok untuk menenangkan hati. Udara siang hari, terasa seperti pagi, tidak terlalu panas.
"Eh, kamu datang lagi?" Arden hendak menyalimi wanita tersebut, namun, digagalkan karena mendengar pertanyaannya.
Arden mengangguk cepat. Senyum ramahnya masih terlihat jelas. "Apa Tante Jia masih belum pulang?" tanyanya ragu-ragu.
Kayla terkejut. Lantas, ia menyiku lengan Arden. "Jadi, kalian berdua datang ke sini cuma mastiin rumahnya benar aja? Kalian gak tau kalo ibunya Reina belum pulang?!" Sungguh, dirinya merasa tidak percaya. Ia membisik tepat di telinga Arden.
Arden hanya berdehem, ia bahkan mengabaikan kata-kata yang dikeluarkan oleh mulut Kayla tersebut. Gadis itu lantas berdecak kesal. Disya memilih untuk diam. Reina masih menatap sekeliling rumah yang di tempati oleh ibunya selama dua tahun. Sangat nyaman, dan memang cocok untuk ibunya yang selalu mudah banyak pikiran.
"Katanya akan pulang pukul satu siang. Berarti, dua jam lagi kalian akan menunggu. Kalian tidak apa-apa?" Dia mempunyai nama Ina. Usianya sekitar 40-an. Pakaiannya terlihat seperti ibu rumah tangga pada umumnya. Berdaster, dengan rambut tidak rapi. Tangannya juga memegang keresek berisi sayuran yang akan dipasaknya.
"Tidak apa-apa kok, Bu. Tapi, bolehkah kami numpang duduk selama Bu Jia pulang?" balas Disya menampilkan senyum ramahnya. Ia tidak memanggil dengan sebutan tante seperti Arden, lantaran, dia merasa tidak enak kepada Reina. Takutnya dikira sok akrab.
"Tentu saja boleh, Nak. Tunggunya mau di dalam atau di luar?" Nia langsung mengangguk cepat. Ia memang mempunyai sifat yang ramah kepada orang yang baru ditemuinya.
"Di luar aja, Bu." Kini Reina yang menyahut. Sama halnya seperti Disya, ramah dan sopan.
"Baiklah. Silakan. Kalian ingin minum apa?" tanya Ina setelah menyuruh empat remaja sma itu untuk duduk di sebuah kursi berbentuk persegi panjang yang terbuat dari rotan.
"Apa saja yang ada, Bu," kata Arden menatap Ina yang mengiyakan.
Setelah Ina pergi memasuki rumahnya untuk membuatkan mereka minuman, Arden, Disya, Kayla, dan Reina mulai duduk di kursi tersebut. Dua gadis berpakaian seperti orang kaya itu, bertengkar kecil perihal tempat duduk mereka yang ingin berada di samping Arden. Lantaran, tidak mau duduk bersebelahan dengan Disya. Pada akhirnya, Arden duduk paling pojok, di sampingnya Disya, dan di samping Disya, Kayla dan Reina yang kompak melipatkan kedua tangannya di depan dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything is Revealed (TAMAT)
Teen FictionMenceritakan perjuangan seorang gadis delapan belas tahun untuk mencari tau masalah-masalah yang menimpa keluarganya. Namanya Nadisya Syakila, sifatnya berubah seratus persen setelah bertemu dengan pria yang diam-diam mempunyai perasaan kepadanya ta...