30. Pembunuh Bayaran

15 2 0
                                    

Selamat membaca.🤗
Semoga suka, ya!
Jangan lupa tekan ⭐ dulu, hehe.

🖤*****>_<*****🖤

"Kenapa papa nyuruh orang buat nembak Rizal? Apa salah Rizal, Pa?" tanya Nindira menatap papanya dengan raut wajah membutuhkan penjelasan.

"Kamu ngomong apa sih? Papa gak pernah nyuruh orang buat nembak Rizal. Papa aja baru tau kalo dia ditembak," elak Haris menggelengkan kepalanya seraya berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati meja kerjanya.

Mereka berdua berada di ruangan kerja Haris yang berada di rumah. Seli sedang pergi membeli barang-barang untuk acara pertunangan Nindira dan Nizar yang akan dilaksanakan dua pekan lagi. Tentunya setelah mengetahui fakta mengejutkan itu, Nindi akan membatalkan pertunangannya dengan Nizar.

"Pa, papa gak bisa akting. Aku bisa bedain papa bilang bohong atau jujur. Jadi, aku mohon, udah, pa. Jangan berbohong lagi," tekan Nindi sungguh muak.

Haris memang terkejut, namun berusaha untuk bersikap biasa saja. Ia menyandarkan pinggangnya di meja kerjanya. Jaraknya berdiri dengan Nindi sekitar tiga meter. Otaknya tengah memikirkan kata-kata untuk membalas ucapan Nindira. Beberapa detik kemudian, ia membalas, "Papa tau kamu panik liat Rizal ditembak, tapi, seharusnya kamu jangan kayak gini. Papa gak pernah nyuruh orang buat nembak dia, lagipula, untuk apa papa lakuin itu?"

Nindi terkejut mendengar ucapan Haris barusan. Ia awalnya akan berucap, namun tidak jadi.

"Ah, atau kamu berpikir papa menembak Rizal karena dia melakukan hal itu yang kedua kalinya kepada kamu? Sampai kamu menuduh papa. Nindira, dengarkan papa. Papa memang tidak menyukai Rizal karena berani melakukan hal keji kepada kamu, tapi, papa tidak senekat itu. Pa--

"Cukup. Berhenti mengatakan omong kosong, Pa," potong Nindi merasa jika ucapan papanya semakin ngawur dan tidak masuk akal. Banyak pertanyaan yang terngiang-ngiang di dalam benaknya sekarang.

"Omong kosong? Kamu kok gak sopan? Pria di hadapan kamu ini, adalah papa kamu. Di mana sopan santun kamu? Berani sekali kamu mengatakan itu dan memotong ucapan papa." Haris ingin meninggikan suaranya, namun, ia tidak mau membuat putrinya trauma. Lantaran, Haris belum pernah bersikap kasar kepada anak-anaknya. Tapi, nadanya menegaskan.

Nindi mengabaikan ucapan Haris yang tidak sedikit. Ia malah bertanya, "Kalo papa emang gak suka sama Rizal karena ngelakuin hal itu ke aku, terus, kenapa papa malah bebasin dia dari penjara?"

Haris seketika merapatkan bibirnya. Ia bingung harus menjawab apa.

"Jawab, Pa! Jangan diem aja! Aku bingung, aku gak bisa nyimpulin sendiri. Jadi, cepat jawab dan jelaskan," sambungnya memohon.

"Gak bisa. Kamu cari tau aja sendiri," sahut Haris menggeleng pelan. Raut wajahnya terlihat serius.

"Apa? Papa nyuruh aku buat cari tau sendiri? Gimana caranya, Pa? Apa yang harus aku lakuin biar aku tau?" Nindi menatap Haris dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa papanya mengatakan itu? Seharusnya, dia langsung menjelaskan.

"Kenapa kamu seperti sangat ingin mengetahuinya? Untuk apa?" tanya Haris merasa bingung.

"Untuk apa papa bilang? Aku harus tau. Rizal dipenjara karena aku yang melaporkannya. Tapi, papa tiba-tiba bebasin dia tanpa bilang dulu sama aku. Jadi, aku mohon, jawab kenapa papa lakuin itu?" ucap Nindi setelah menghela napas kasar. Kedua matanya memerah, sedikit berkaca-kaca.

Haris menundukkan kepalanya seraya berpikir apa yang harus dia katakan kepada putrinya itu. Selang beberapa detik, ia pun berujar, "Papa harus bebasin dia karena, dia gak salah." Sedikit singkat, namun, mampu membuat Nindi memejamkan kedua matanya dengan tangan mengepal kuat.

Everything is Revealed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang