35. Baper?

12 2 0
                                    

Selamat membaca!❣️
Semoga suka.😍

🖤*****>_<*****🖤

"Hidung lo kenapa?" tanya Disya seketika khawatir.

Arden mengusap hidungnya, ia menggeleng pelan masih dengan senyumnya. Lantas dirinya membalas, "Gak tau. Tiba-tiba kayak gini. Tapi, gue gakpapa kok."

"Periksa ke dokter, yuk!" ajak Disya seraya berdiri, namun Arden segera mencegahnya.

"Gue bilang gakpapa. Lo gak dengar?" Arden mengerutkan keningnya.

"Tapi, takutnya lo gak nyadar aja. Soalnya, lo bilang gak tau kenapa hidung lo berdarah. Makanya, ayo ke dokter!" jelas Disya serius menatap Arden yang semakin melebarkan senyumnya.

"Udah, gak usah. Jangan khawatir, Dis. Kalo gue bilang gakpapa ya gakpapa. Kan gue yang ngerasain, bukan lo," papar Arden menyuruh Disya untuk kembali duduk di sampingnya.

"Iya juga sih. Tapi, tetap aja. Gue khawatir," ucap Disya menunjuk cepat hidung Arden yang terlihat berwarna merah, bekas usapan tangan pria itu.

"Kalo gak percaya, nih pegang," kata Arden mengambil tangan mungil Disya, dan mengarahkannya ke dahinya. Disya terkejut dengan apa yang dilakukan oleh pria itu.

"Gak panas, 'kan?" tanya Arden kepada Disya yang langsung menggelengkan kepalanya. "Tuhkan. Gue bilang apa, gue gakpapa. Kalo gue sakit, gue pasti panas. Tapi ini enggak," omelnya.

Disya memilih untuk menundukkan kepalanya seraya menarik kembali tangannya dari dahi Arden. Ia berdehem cukup keras agar suasana tidak terlalu hening. Kemudian Disya bertanya, "Hidung lo berdarah bukan gara-gara dipukul sama Raka, 'kan?"

Arden sontak menatapnya. Ia seketika bingung harus menjawab apa. Disya terlalu pintar sehingga dirinya harus memikirkan beberapa kali untuk membohongi gadis itu. "Enggaklah! Lo mikir apa sih!" elaknya menggeleng cepat.

Disya tidak langsung membalas, kedua matanya menatap serius mata Arden yang membuat hatinya ragu untuk mempercayai ucapan pria di sampingnya tersebut. "Oh, gitu. Syukur deh." Disya memaksakan senyumnya.

Arden menganggukkan kepalanya. "Tadi lo makan sendirian? Makan apa?" Ia mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya. Ya, gitu. Lo juga tau makanan kesukaan gue," jawab Disya menatap Arden yang ber'oh'.

"Tadi di kantin, lo ketemu sama Reina gak?" tanya Arden ingin tau.

"Enggak. Gue gak ketemu sama Reina, Tasha, atau Kayla. Mereka bertiga mungkin makan di kantin yang satunya lagi," jelas Disya jujur.

Arden pun bergeming dengan otak terus berpikir. Disya menghela napas pelan, sejujurnya, ia ingin tau masa lalu Arden yang kata Raka hampir membunuh seseorang. Tapi, dirinya terlalu malu untuk menyuruh Arden agar menceritakannya. Lantaran, Disya sadar diri, ia bukan siapa-siapanya Arden.

"Lo gak penasaran sama ucapan Raka tadi?" Arden menatap serius Disya yang mengerutkan keningnya seolah-olah tidak mengerti.

"Tentang orang yang hampir gue bunuh waktu smp," ucap Arden membuat Disya menunduk dua detik.

"Gue penasaran, tapi, itu masa lalu lo. Dan mungkin, menyakitkan bagi lo. Jadi, jangan cerita karena gue penasaran," papar Disya sama serius.

Arden mengangguk paham. "Memang menyakitkan, Dis. Tapi, lebih menyakitkan kalo gue biarin lo terus penasaran."

Disya meneguk ludahnya secara kasar, bulu mata lentiknya terlihat jelas. Ia tidak percaya mendengar ucapan Arden barusan. Jantungnya seketika berdetak dengan lebih cepat. Apalagi, nada suara Arden terdengar serius.

Everything is Revealed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang