"Nggak ada, Bum. Lo taro di mana jas hujannya?" tanya Laskar sambil ngubek - ngubek tas Bumi teman sekelasnya yang katanya ada jas hujan. Sampai laci - laci pun ia cari.Akibat kepanikan Laskar. Ia hendak menerjang hujan topan karena mendengar kabar Lestari dirujuk ke rumah sakit akibat terkena demam dan maag akut.
Laskar masih mencari jas hujan Bumi yang panjang menjuntai. Kalau punya Ojan, jas hujannya sih panjang, tapi belakangnya bolong. Yakali nanti kepalanya salah satu dari mereka nyembul, nggak lucu gitu loh.
Ada sih punya Dewi, jas hujan single, atasan doang lagi. Mana bawahannya sobek. Sekalem - kalemnya Dewi kalau naik motor pas hujan terus pakai jas hujan itu, kakinya nangkring habis itu ditekuk. Kayak orang melahirkan.
"Ya udah pake payung aja." Ojan mengambil payung hitam punya Dewi.
"Sayang pinjem payung aja ya, besok dikembaliin kok," ucap Ojan dan dapat anggukan dari Dewi. Dewi pulang nanti, ia masih ada urusan osis.
Mereka berjalan ke parkiran mencari motor Bumi. Bumi adalah ketua kelas XII Mipa 3 yang baiknya kayak pak haji. Kebetulan dia juga ada urusan sama anggota jurnal. Jadi motornya dipinjam dulu saja. Laskar dan Ojan sama-sama tidak bawa motor. Tadi saja Ojan nebeng Dewi karena motornya masuk bengkel gara - gara ditabrakkin abangnya ke gerobak tukang cendol. Iya, Ojan punya Abang. Dia anak bungsu.
Laskar yang bawa motor, Ojan bonceng sambil bawain payung.
Di perjalanan Ojan rusuh karena Laskar mengendarai motor Mio itu dengan tidak santuy. Ngajakin refund nyawa terus, sampai helm Ojan hampir terbang. Sementara Laskar ngamuk - ngamuk karena kehujanan.
Semakin sang Mio membelah jalanan makin gede itu hujan. Anginnya kenceng juga. Ojan yang membawa payung jadi susah. Payungnya kebelakang terus.
"Payungin gue, Jan! Nggak kelihatan jalan!" Laskar tidak pakai helm, yang pakai hanya Ojan. Padahal Ojan yang bonceng. Begonya mengalir sampai jauh.
Ojan hendak memegang gagang payung bagian atas. Tapi Laskar ngamuk lagi gara - gara motornya goyang, "Jangan goyang, Jan. Jatoh berdua ntar!"
"Katanya suruh payungin, setan!"
Ojan sabar kok. Semalem sudah ngaji sama bunda.
Kalo bukan bestie sudah diajak adu pargoy sama Ojan.
"Terus gue kudu gimana?"
Setelah menaklukan angin. Dua sejoli yang naik mio itu sampai di rumah sakit. Mereka basah kuyup. Mata Laskar sampai perih gara - gara air hujannya mengarah ke dia. Ojan juga sama. Mereka kehujanan karena payungnya njengat.
"Kar, alamat mampus gue payung Dewi rusak!" Laskar menatap payung hitam tersebut. Kawat pada payung menyembul ke atas semua.
"Ntar lo yang bilang ke Dewi."
"Kok gue?"
"Yang bawa payung siapa?"
"Gue."
"Yaudah, lagian Dewi kan pacar lo."
"Mana bisa begitu anying! Tukeran dulu lah. Lo yang jadi pacarnya Dewi kali ini."
"Udah gila!" Laskar melepas jaketnya yang basah saat sudah mendapat parkiran yang teduh. Untung seragamnya tidak begitu basah. Untuk celana sudah tidak tertolong. Begitu juga dengan Ojan. Seragam atasnya masih aman. Namun celananya sudah sangat kotor seperti habis ngaduk semen. Tidak apa-apa. Asalkan sampai dengan selamat.
Laskar langsung berjalan cepat ke ruangan Lestari. Kata Bu Fiony ada di ruangan Anggrek 26. Ruang VIP. Maklum saja.
Saat membuka pintu dengan brutal. Lestari yang sedang tiduran terkejut setengah mati. Dia kira mau dibegal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Laskar ✓
Teen Fiction[END] Ini tentang Lentera, Laskar, dan Lestari. Tentang kebahagiaan yang diinginkan dan kebahagiaan yang dirindukan. Pun tentang lentera yang diidam-idamkan. Siapakah sosok lentera sesungguhnya? *** "Laskar gue iri sama lo." "Kenapa iri? Apa yang pa...