44 ÷ Halusinasi?

127 36 3
                                    

Penilaian Akhir Semester tinggal menghitung hari lagi akan dimulai. Lestari benar-benar fokus pada materi yang akan keluar untuk PAS sekitar empat hari dimulai dari hari ini. Ia sibuk belajar hingga lupa makan. Sekalinya Lestari ambis ia bakal lupa dengan hal-hal kecil seperti makan atau bahkan ia sampai menahan buang air kecil demi menyelesaikan soal-soal pada buku pelajaran atau buku pendamping lain.

Gadis itu merenggangkan sendi-sendinya sampai terdengar suara gemerutuk. Lalu ia kembali membaca materi pelajaran dan mengerjakan beberapa soal matematika.

Dirasa letih dan sebagian materi pelajaran sudah selesai ia pahami. Lestari membereskan buku-bukunya dan berjalan menuju balkon kamar.

Sore ini burung berkicau dengan indahnya. Terasa menenangkan dari hari-hari sebelumnya. Lestari tidak perlu khawatir lagi pada kondisi Ayu yang kian hari kian membaik. Kini ia sudah bisa tersenyum tanpa harus menangis terlebih dahulu.

Tapi, bagaimana dengan Dinar? Apakah ia baik-baik saja? Jujur, Lestari sedikit kepikiran dengan ucapan Dinar saat di ruang kesenian lama beberapa waktu yang lalu. Apakah dia baik-baik saja?

"Ngapain sih mikirin dia?" Lestari mengetuk kepalanya sendiri.

Ia pergi keluar kamar. Menyusuri setiap sudut rumahnya. Ia banyak melihat foto-foto dirinya dan Mama yang terpajang kembali. Rumah ini kembali seperti dulu. Tapi bedanya, Lestari tidak menemui sosok Papa di antara foto-foto di dinding.

Lestari tidak sepenuhnya membenci Narendra. Mau bagaimanapun ia adalah ayahnya. Jika boleh, Lestari ingin Narendra berubah dan kembali ke rumah ini. Tetapi sepertinya itu akan sedikit sulit jika dipikir-pikir mengenai kelakuan Narendra selama ini.

Lestari masuk ke dalam kamar ber cat biru yang ada di sebelah kamarnya. Ia kembali membuka laci dan merogoh peti kecil dari dalamnya yang masih senantiasa terkunci.

Ia mengintip dari lubang dan tetap saja tidak terlihat.

"Banting aja kali ya? Siapa tau pecah."

Gadis itu terduduk di kasur dan menghela napas kasar. Kakinya bergoyang-goyang hingga tumit belakangnya menyentuh sesuatu yang ada di bawah kasur. Kotak besar yang mirip seperti peti kecil yang ia pegang.

"Gede banget. Harta karun jangan-jangan," kata Lestari.

Ia menggeret kotak itu. Sebelumnya ia keluar dan melihat-lihat sekitar. Ayu tidak akan naik ke atas, karena ia belum bisa berjalan dengan baik, begitu pula dengan Mbak Irma yang pasti sedang menemani Mamanya.

Lestari segera menutup pintu kamar itu dan menarik peti kotak dengan ukiran indah besar itu keluar dari kolong bawah kasur.

"Nggak dikunci," gumam Lestari.

Ia membuka peti itu perlahan. Ia sedikit terbatuk akibat debu yang berterbangan. Dikeluarkannya sebuah buku usang dari dalam kotak itu. Ada banyak sekali barang seperti barang-barang bayi yang mungkin itu milik Lestari.

Saat ia membuka buku, Lestari tersenyum. Benar, itu miliknya. Buku itu adalah tulisan tangan Ayu tentang Lestari dari lahir sampai kelas enam SD yang tepat ada di halaman terakhir.

"Sweet banget emak gue," gumam Lestari.

Lalu sorot matanya tertuju pada buku satunya. Tidak terlihat tebal seperti buku yang menceritakan tentang dirinya dan penuh banyak foto. Lestari mengangkat buku itu dan membersihkan debu di atasnya. Tangannya membuka perlahan halaman awal. Ia semakin mengernyit dan bertanya-tanya setelah membuka halaman-halaman berikutnya.

Dan tepat di halaman keempat, Lestari menutup mulutnya tak percaya. Segera ia berlari keluar kamar lalu masuk ke dalam kamarnya dan mengeluarkan kardus berisi foto-foto lama dari bawah meja belajarnya yang pernah ia ambil dari gudang.

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang