25 ÷ Gemes Ya Hari Ini

161 45 7
                                    

Lagi suka bgt nulis ini. Kmrn² sempat nggak update karena lagi magang dan bener-bener nggak ada waktu karena capek. Skrg udh selesai magang, mungkin aku bakalan sering update hehe.

Terima kasih buat kalian yang masih membaca cerita ini.❤️

***

Hari Minggu ini Lestari sudah merusuh pada Laskar pagi-pagi lewat telfon. Padahal Laskar baru saja selesai sholat subuh. Lelaki itu menjauhkan ponsel saat Lestari berteriak.

"WOE ANTERIN!"

"Astagfirullahaladzim."

"KE PASAR! NYARI TALAS!"

"Harus banget jam lima pagi?"

"BANGET! TAKUT ABIS!"

"Nggak usah teriak-teriak. Alhamdulillah telingaku masih sehat."

Besok Senin, Lestari ada praktek membuat makanan dari umbi-umbian. Dirinya dapat talas bersama Arimbi. Arimbi bagian bahan yang lain, sementara Lestari bagian membeli talas. Sungguh, kenapa harus talas? Dikira musim talas setiap hari apa? Semoga saja di pasar ada yang jual tanaman satu itu.

"CEPETAN YA LASKAR! AKU TUNGGU DI RUMAH! MAU DIAKHIRI PAKE LOFYU ATAU FAKYU?"

"Assalamualaikum."

"WAALAIKUMSALAM!"

Di sini sekarang mereka.

Pasar tradisional.

Lestari adalah gadis yang tidak masalah jika harus pergi ke pasar. Menurutnya pergi ke pasar tradisional itu seru dibanding dengan pasar swalayan besar. Selain bisa menawar, Lestari banyak sekali menemukan jajanan pasar. Termasuk lapis legit yang paling ia suka. Tadi, bukannya cari talas dulu, gadis itu malah membeli lapis legit dan lemper. Ia memakan lapis legit di sepanjang perjalanan mencari talas.

"Permisi, Mbah. Wonten talas mboten nggih?" tanya Lestari pada penjual sayur yang sudah tua. (Ada talas tidak?)

"Aduh, talas saiki angel, ndhuk. Nggak mesti ada. Njajal o kowe menduwur, sopo ngerti ono," kata Mbah membuat Lestari mengangguk. (Aduh, talas sekarang susah, nak. Nggak mesti ada. Coba kamu ke atas, siapa tau ada)

"Nggih, Mbah. Matur suwun," ucap Lestari. (Iya, Mbah. Terima kasih)

"Gimana?" tanya Laskar.

"Di suruh ke atas. Ya kan, talas tuh susah," keluh Lestari sambil menaiki tangga. Dengan kondisi tangga yang kotor. Banyak sekali sayur busuk di setiap anak tangga. Namun, Lestari sangat suka suasana pasar tradisional.

"Ada talas di kali belakang rumah. Kalo kamu berani ambil, silahkan."

"Kata Arimbi kalau yang kayak gitu biasanya gatel kalo dimakan. Aku takut nanti bukannya menikmati malah gatel di lidah gimana? Yaudah cari dulu yuk ah," ajak Lestari sambil menggandeng tangan Laskar. Takut hilang, nanti Bapak menangis jika anak laki-lakinya hilang. Mana yang modelan Laskar cuma satu di dunia yang fana ini.

Pagi ini pasar sudah sangat ramai. Banyak orang memborong sayur dan bahan masakan lain. Terutama penjual sayur yang kulakan untuk menjual sayurnya di perumahan nanti. Pun ada pula penjual pakaian dan aksesoris. Semua serba ada. Pasar ini juga sudah direnovasi menjadi dua lantai beberapa tahun yang lalu oleh pemerintah. Dulu, hanya ada bilik dari kayu lapuk, rotan dan seng. Sekarang sudah dibangun banyak kios dari semen.

"Mata mu ngelihat nggak ada yang jual talas?" tanya Lestari mulai lelah.

"Nggak, Tar."

Lestari mendengus kesal. Ia berdiri di depan toko pakaian. Kemudian mengeluarkan ponsel. Segera Laskar menyuruh Lestari memasukkan ponsel karena rawan copet.

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang