"Kak! Tunggu, kenapa aku langsung ditinggal?" Dinata memberhentikan motornya. Ia melirik Dinar sekilas sebelum benar-benar pergi meninggalkan gadis itu di pinggir jalan.Bingung, itu yang dirasakan Dinar saat ini. Gadis itu melihat banyak perubahan pada Dinata. Dinata tidak datang ke kelasnya, Dinata tidak mengiriminya pesan, dan Dinata tidak berbicara apapun padanya. Sebenarnya Dinata kenapa? Apa gara-gara kemarin Dinar mengatakan bahwa ia pacarnya di hadapan Bunda?
Tapi apa masalahnya? Bukankah itu hal yang benar?
Dinar memilih duduk saat dirasa mual. Gadis itu memegangi kepalanya yang pusing. Ia menoleh saat mendengar gelegar tawa dari Laskar dan Lestari di bawah pohon kersen.
Ponsel Dinar berdering. Ia mengangkatnya segera karena itu dari Mamanya.
"Hallo, Ma?"
"PULANG SEKARANG!"
Suara Mamanya terdengar begitu marah. Dinar memilih untuk segera pulang ke rumah dan memesan ojek online.
Sampai di rumah. Lina langsung menggeret anaknya dan mendorong tubuh anaknya hingga terjatuh di lantai kamar gadis itu. Lina mengunci pintu kamar Dinar rapat-rapat. Kilah amarah Lina membuat Dinar ketakutan.
"Kenapa, Ma?"
"Dasar anak nggak pernah banggain orangtua!" bentak Lina sambil memukuli Dinar menggunakan sapu pembersih kasur berulang kali.
"Ma, sakit! Ma tolong berhenti!" minta Dinar sambil menangis.
"Bisa nggak sih banggain Mama sekali aja?!" Lina masih terus memukuli anaknya. Wanita itu juga menangis. Keduanya terlihat berantakan.
"Ma, udah...., Sakit, Dinar minta maaf kalau Dinar salah. Tapi jangan dipukul, sakit..." minta Dinar.
Lina terduduk dan melempar sapu itu ke sembarang tempat. Bahu wanita itu bergetar hebat. Sebagai ibu ia sudah gagal. Sejak Lina bertemu dengan Narendra, hidupnya benar-benar berantakan. Orangtuanya tidak mau menerima Lina karena hamil di luar nikah dengan Narendra. Dan ia juga pernah hidup dengan perkataan orang-orang yang begitu menyakitkan. Mengurus Dinar sendirian tanpa seorang suami. Lina tidak baik-baik saja.
Benar, Dinar adalah anak dari Narendra dan Lina.
Hal itu membuat Lina cukup menyalahkan Dinar atas segala penderitaannya.
"Mama salah apa, Dinar?" tanya Lina sambil menangis hebat.
"Mama salah apa sampai hidup Mama berjalan kayak gini?"
Dinar hendak menghampiri Lina, namun Lina menahannya, "Diem di situ! Jangan deket-deket!"
"Ma..."
"Kapan sih kamu bisa nggak ngecewain Mama?" tanya Lina dengan air mata berderai.
Lina berdiri dan melempar sebuah testpack di hadapan Dinar. Seperti tersambar petir di siang bolong. Dinar terkejut bukan main.
"Punya siapa itu? Ada di bawah bantal kamu. Punya siapa?!" tanya Lina dengan sorot mata penuh kekecewaan.
"Mama tuh capek, Dinar. Mama capek! Apa yang bakal Mama bilang ke Papamu nanti?! Kamu mau kita jadi gelandangan lagi? Kamu mau ha?! Kamu mau kita hidup susah lagi?! Bilang sama Mama! Bilang! Itu punya siapa?!" Lina mencengram erat kedua bahu Dinar. Dinar tidak berani menatap wajah Mamanya. Ia hanya tertunduk dan menangis.
"Punya kamu?"
Dinar hanya diam dan terus saja terisak. Hal itu sudah menyiratkan bahwa memang benar itu milik Dinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Laskar ✓
Teen Fiction[END] Ini tentang Lentera, Laskar, dan Lestari. Tentang kebahagiaan yang diinginkan dan kebahagiaan yang dirindukan. Pun tentang lentera yang diidam-idamkan. Siapakah sosok lentera sesungguhnya? *** "Laskar gue iri sama lo." "Kenapa iri? Apa yang pa...