27 ÷ Peluk Aku Sekali Aja, Pa

150 34 1
                                    

Keesokan paginya Dinar sangat lemas karena berkali-kali muntah hingga panggilan Mamanya ia hiraukan. Hal itu membuat Lina masuk ke dalam pintu dan menampar anak perempuannya.

"Bangun! Jangan males-males! Ayo sarapan!" Lina menggeret tangan Dinar yang terkulai lemas di lantai.

"Ma, kayaknya aku sakit. Aku nggak masuk ya hari ini."

"Heh! Apa? Nggak masuk sekolah?! Kamu mau nilai kamu di bawah Lestari?!" bentak sang Mama membuat Dinar meneguk ludah dan berdiri dengan kaki yang sudah benar-benar lemas. Kepalanya pusing, perutnya kembali terasa mual.

"Iya, Dinar mandi dulu," ucap Dinar. Lina keluar dari kamar dan menutup pintu kamar putrinya.

Pintu kamar mandi tertutup. Lagi-lagi Dinar mengeluarkan isi perutnya. Kali ini yang keluar hanya air. Tubuhnya terkulai lemas di sebelah wastafel kamar mandi yang ada di kamarnya. Wajahnya pucat dan dingin, keringat sebesar biji jagung sudah banyak tertata di wajah cantiknya.

"Gue kenapa," tanya Dinar sambil berusaha menyalakan keran bath up agar terisi penuh.

Lestari keluar dari kamar. Pagi ini dia berencana mau bawain bekal buat Laskar. Dikira cuma Anita doang apa yang bisa bawain bekal buat sahabatnya? Lestari juga bisa.

Keberadaan Lestari di dapur membuat Mbak Irma kaget, "Eh belum berangkat? Mau buat apa? Sini mbak buatin." Mbak Irma mengambil panci dari tangan Lestari.

"Mau buat spaghetti," balas Lestari.

"Biar mbak Irma aja yang buatin. Nanti kena api," kata Mbak Irma.

"Enggak, mbak. Aku mau coba buat sendiri. Buat bekal."

"Tumben banget bawa bekal."

"Iya nih lagi pengen," kata Lestari yang kini sudah mengambil beberapa bahan untuk membuat spaghetti.

"Nanti kalau aku minta bantu. Bantuin ya mbak hehe. Takut nggak enak."

"Buat siapa hayo?" tanya Mbak Irma.

"Buat Laskar," balas Lestari cepat.

"Jiakhh."

"Kasihan mbak. Dia kurus kerempeng, perutnya udah nggak gembul lagi. Ini aku bawain makanan biar dia makan wehehe," jelas Lestari.

Brak!

Pyar!

Lestari dan Mbak Irma menoleh saat mendengar benda jatuh dan pecah. Dinar jatuh di dekat pecahan gelas. Entah naluri dari mana, Lestari menghampiri Dinar dan membantunya berdiri untuk duduk di kursi. Wajah Dinar benar-benar pucat sekali. Tubuhnya lemas dan berkeringat.

"Lo kenapa anjir? Tunggu." Lestari mengambil air di gelas untuk Dinar minum. Dinar menolak karena perutnya kembali bergejolak.

"Lo kenapa?" tanya Lestari sekali lagi. Dinar hanya bisa meletakkan kepala di atas lipatan tangan. Tak mampu menjawab pertanyaan Lestari.

"Mbak coba minyak kayu putih kalau ada," kata Lestari menyuruh Mbak Irma. Dengan cekatan Mbak Irma mengambilkan minyak kayu putih ke atas.

Lina datang ke dapur. Wanita itu mendorong Lestari menjauh, "Kamu apain anakku? Ini pasti gara-gara kamu ya!"

"Apaan sih? Orang gue bantu dia buat duduk! Jangan asal nuduh! Malu sama yang lain!"

Lina melihat beberapa art yang mengerubungi Dinar. Wanita itu segera menarik tangan anaknya untuk berdiri. Ia membawa Dinar berjalan menuju tangga. Lestari mengejarnya, "Mau lo bawa ke mana Dinar! Pelakor! Woi, Dinar sakit! Jangan lo tarik-tarik!" teriak Lestari sambil mengejar Lina yang menggeret tangan anaknya untuk masuk ke dalam kamar.

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang