47 ÷ Peluk Terakhir Mama

153 38 6
                                    

Brankar rumah sakit berjalan begitu cepat menuju ruang operasi di sebuah rumah sakit besar. Lestari, Ayu, Liora dan Pak Slamet mengikuti di belakang. Lestari masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia masih termangu dalam pikiran.

Gaun putih yang berlumuran darah begitu juga dengan telapak tangannya. Gadis itu terduduk di kursi depan ruang oeprasi. Liora berdiri cemas di depan ruangan itu dengan air mata menderas.

"Kar..," lirihnya.

Ayu merasa sangat bersalah. Ia benar-benar membenci Narendra kali ini. Ayu harap Narendra benar-benar dihukum sesuai dengan perbuatannya.

"Narendra udah gila," ucap Ayu dengan rahang mengeras.

"Narendra udah gila!" teriak Ayu yang kini menangis, tubuhnya benar-benar bergetar dengan amarah yang memuncak. Mbak Irma memenangkan Ayu agar tidak kacau di rumah sakit. Lelaki itu hendak melukai Lestari.

"Gimana kalau anak itu nggak selamat Irma?" tanya Ayu mulai khawatir dengan Laskar.

"Apa yang harus aku katakan nanti ke orangtua Laskar, Irma?" tanya Ayu sambil terisak.

Bapak datang dengan langkah tergopoh-gopoh.

"Di mana? Di mana Laskar? Di mana anak Bapak?" tanya Bapak kepada yang lain.

"Tenang, Pak. Anak Bapak ada di dalam ditangani oleh dokter," ucap Pak Slamet menenangkan Bapak yang terduduk lemas.

Ayu turun dari kursi rodanya. Ia bersimpuh di hadapan Bapak, "Maafkan saya, Pak. Karena suami saya anak Bapak jadi terluka. Bapak bisa memarahi saya, saya yang salah," ucap Ayu dengan menangis. Hal itu semakin membuat Bapak terisak.

Lestari masih diam dengan air mata yang mengalir bebas. Tubuh gadis itu bergetar hebat dengan arah mata menatap lampu ruang operasi yang masih menyala.

Beberapa waktu berlalu. Menunggu dengan penuh harap bahwa Laskar akan baik-baik saja. Di luar ruangan semua memanjatkan doa pada-Nya. Meminta kepada Tuhan agar Laskar dapat diselamatkan.

Hingga pada akhirnya lampu ruangan itu mati. Dokter keluar dengan langkah lemas. Semua menghampiri dokter dengan tatapan penuh harap. Namun, balasan menyakitkan mereka dapatkan.

Dokter menggeleng.

"Maaf-"

Bapak segera mendobrak dan mendorong dokter lalu masuk ke dalam. Melihat tubuh putranya yang sudah terbujur kaku dengan kain yang menutupi tubuh putranya.

"LASKAR!" teriak bapak yang membuka penutup itu dan menangis dengan hebat. Mengucapkan kata beribu maaf kepada putranya. Menyalahkan diri sendiri tentang apa yang terjadi.

Mbak Irma mendorong kursi roda Ayu untuk mendekat. Ayu benar-benar sangat merasa hancur mendengarnya. Begitu juga dengan Liora. Gadis itu berdiri di sisi kosong tubuh kaku Laskar dan menangis hebat. Menutup mulutnya. Baru kemarin malam Laskar menangis di hadapannya. Bertemu dengannya dan berkata pada Liora bahwa ia sudah kehilangan kepercayaan. Tidak mungkin jika hari ini Laskar pergi meninggalkannya.

Lestari berjalan perlahan masuk ke dalam ruangan. Melihat tubuh Laskar dengan bibir yang membiru. Gaunnya masih penuh dengan darah.

"Laskar, bangun Kar..." ucap Lestari.

"Kok kamu tega ninggalin Bapak. Nanti siapa yang nemenin Bapak, le?" tangis Bapak tumpah ruah di ruangan operasi tersebut.

"Irma..." isak Ayu sembari memeluk Mbak Irma.

"Bangun anjir," ucap Lestari sambil menatap wajah Laskar begitu tajam.

"Gila lo anjir ninggalin gue!" ucap Lestari.

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang