42 ÷ Mawar dan Hydrangea

123 38 1
                                    

Aku ingin tertawa sampai menangis. Bukan menangis sambil tertawa.

*****

Lestari mendorong kursi roda Mama masuk ke dalam rumah.

Bersamaan dengan Lina yang menggeret Dinar turun dari tangga dan membuat Dinar jatuh tersungkur di bawah kaki Narendra.

Lestari memberhentikan langkah. Pun Ayu yang terkejut dengan apa yang ia lihat kali ini.

"Ini ada apa?" tanya Ayu.

Maha dahsyat keterkejutan Narendra. Selama satu Minggu ini Narendra dan Lina tidak tau jika Ayu sudah bangun dari koma.

Mata Lina terbelalak begitu pula dengan Narendra.

"Kenapa kamu dorong dia?" tanya Ayu. Ayu tau siapa wanita itu. Ayu kenal dan Ayu pernah bertemu dengannya. Tak hanya itu, Ayu pernah memergoki suaminya menginap di hotel bersama wanita itu. Tapi Ayu tetap diam.

"A-ayu," ucap Narendra terbata-bata.

"Kan aku pernah bilang. Kamu boleh mencintainya sebanyak yang kamu mau. Tapi jangan pernah bawa dia ke rumah ini," ucap Ayu.

"Kenapa kamu nggak bilang sama Papa kalau-" ucapan Narendra terpotong.

"Kalau dia bilang. Aku nggak bisa nyaksiin semua ini," sela Ayu.

Narendra mengusap wajahnya kasar.

"Aku nggak mau buat keributan. Tolong bawa perempuan itu dari sini," suruh Ayu.

"Mas tolong bicara-" kata Lina.

"Diam!" bentak Narendra. Setelah pulang dari sekolah Dinar akibat pemanggilan atas perbuatan anaknya yang sungguh membuat Narendra malu, lelaki itu benar-benar marah.

"Bawa anakmu keluar juga dari rumah ini!" ucap Narendra. Pria itu berjalan menghampiri Ayu.

"Kita bisa bicara kan?"

Ayu menatap kedua manik mata Narendra yang bersimpuh di hadapannya. Air matanya terbendung. Akan tetapi Ayu masih punya pertahanan. Selama ini Ayu selalu diam dan menerima perlakuan-perlakuan Narendra. Tidak semudah itu Ayu bisa legowo menerima hidupnya di bawah rasa sakit yang selama ini ia pendam.

"Kita berdua," lanjut Narendra.

Ayu melepas genggaman tangan Narendra, "Boleh, sekalian kita bicarakan tentang perceraian kita, mas," balas Ayu.

"Kamu pernah bilang nggak akan ceraikan aku."

Ayu tersenyum, "Iya. Tapi sepertinya kamu sudah menikahi Lina." Ayu menatap foto pernikahan Narendra dan Lina yang ada di dinding.

"Aku pernah bilang. Kamu boleh mencintai Lina sebanyak yang kamu mau. Tapi untuk menikah dengan Lina, aku nggak pernah setuju dengan itu. Daripada kamu harus memilih, lebih baik aku yang mundur. Kamu bisa menceritakan dongeng indahmu bersama Lina." Suara Ayu terdengar parau. Lestari mencengkram erat pegangan kursi roda. Ia turut merasakan pedih pada hatinya ketika sang Mama berkata seperti itu.

"Kamu bisa katakan pada dunia bagaimana kamu mencintai Lina. Kita cuma korban perjodohan. Seharusnya dari awal aku sadar, kamu mencintai Lina, bukan aku," lanjut Ayu. Air matanya tidak terjatuh, namun memupuk di pelupuk matanya beriringan dengan perih pada hatinya.

"Hubunganmu dengan Lina harus berakhir karena kamu harus menikah dengan aku. Dan sekarang, aku bebaskan kamu dari hubungan ini."

"Aku nggak mau cerai sama kamu," ucap Narendra.

"Kamu cuma nggak mau kehilangan harta mas. Aku tau itu. Tujuan kamu menikah denganku untuk itu kan? Dengan harta keluargaku kamu bisa membahagiakan Lina?"

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang