39 ÷ Anita Tau

127 28 5
                                    


Pertama kali yang Lestari lihat setelah membuka mata adalah plafon putih dengan aroma obat-obatan. Lestari sudah menduga bahwa ia akan berakhir di rumah sakit.

Ia menoleh dan mendapati bunga hydrangea biru ada di atas nakas. Lestari mengarahkan pandangan ke sekelilingnya. Tidak ada orang, ia sendirian. Jam menunjukkan pukul 8. Bahkan Lestari tidak tau ini pagi atau malam sebelum netranya terpapar sinar matahari dari jendela kamar.

Sekali lagi ia menoleh pada bunga itu. Seketika ia merasakan kepalanya sedikit pusing.

Entah siapa yang membawanya ke rumah sakit.

Gadis itu bangun dari tidur perlahan. Menurunkan kedua kaki dari kasur dan melepas selang infusnya. Sedikit meringis saat merasa tangannya perih akibat jarum infus. Ia berjalan menuju pintu dan berhasil keluar dari ruangan.

Lestari sangat tau ia sedang di rumah sakit mana. Ia sedang berada di rumah sakit yang sama dengan Mama. Perlahan ia berjalan ke ruangan Mamanya. Membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam ruangan bernuansa putih itu.

Dipeluknya tubuh sang Ibu begitu erat. Sangat erat seakan Lestari tak mau berpisah dengannya.

"Ma, mau bangun nggak? Tari udah nggak kuat."

Mbak Irma membuka pintu kamar Lestari. Betapa terkejutnya ia saat mendapati ruangan kosong. Ia mencari keluar dan bertanya pada petugas yang lewat. Mbak Irma dan salah satu petugas mencari keberadaan Lestari.

Selintas pikiran Irma rasakan. Kakinya melangkah ke kamar Ayu. Benar saja, Lestari ada di sana. Memeluk Mamanya dan menyenderkan kepalanya di atas perut Ayu.

"Tari," lirih Mbak Irma menghampiri gadis itu.

"Kenapa ke sini? Kamu belum pulih," kata Mbak Irma. Satu perawat juga datang menghampiri Lestari.

"Astaga, kenapa kamu malah ke sini?" tanya perawat itu.

"Ayo balik ke kamar," ajak sang perawat. Lestari menolak. Ia ingin bersama Ayu.

"Mau di sini sama Mama," katanya. Mbak Irma menatap si perawat. Memintanya untuk mengizinkan Lestari ada di ruangan Ayu.

"Iya, tapi pasang infus dulu ya."

"Nggak perlu. Udah nggak sakit," balas Lestari.

"Balik ke sana dulu pasang infus. Habis itu nanti ke sini lagi sama Mama." Mbak Irma coba meyakinkan Lestari hingga gadis itu mengangguk dan berjalan kembali ke kamar inapnya untuk pasang infus. Setelah itu ia kembali ke kamar sang Mama.


*****

Laskar lagi-lagi tidak bisa bertemu dengan Lestari. Kali ini Narendra yang mengusirnya. Sempat Laskar menatap bengis pria itu dan akhirnya ia memilih pergi dari sana.

Di kelas pun Laskar banyak diam. Hingga desas-desus dikeluarkannya Lestari dari sekolah sudah sampai pada telinganya. Semua orang menjadi sangat menyebalkan di mata Laskar kali ini. Bahkan ia tidak berbicara pada mereka, pada Ojan yang duduk di sebelahnya pun tidak. Ia hanya menganggap Ojan angin lalu.

Laskar tidak akan tenang jika ia belum bertemu dengan Lestari.

"Kar, kantin?" tanya Ojan.

Laskar tetap tak menanggapi dan memilih untuk pergi dari kelas di jam istirahat. Ia masuk ke dalam perpustakaan sekolah dan memilih untuk berdiam diri di sana. Ia juga mengambil sembarang buku hanya untuk dibolak-balikkan agar menjadi alasan untuk tetap duduk di perpustakaan lebih lama.

"Tari dikeluarin beneran?" bisik seorang siswi.

"Iya, bagus deh. Kelakuannya bikin ngelus dada. Bisa-bisanya dia lukai Dinar pakai cutter. Kalau gue jadi Dinar, udah gue sleding tuh cewek."

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang