29 ÷ Kata Buku Novel, Itu Namanya Cemburu

109 40 4
                                    

Papan confess penuh dengan sticky notes yang ditempel oleh banyak murid perempuan. Sebagian besar diperuntukkan kepada Bumi dan Gabriel. Ada yang untuk Dinata juga, tak banyak. Dan ada yang untuk Laskar, hal itu membuat Lestari tertawa.

Lestari juga hendak menulis sesuatu. Bukan untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri. Karena, diantara teman-teman dekatnya, tidak ada pesan untuk dirinya. Padahal Laskar, Bumi, Ojan, Aziel, Dewi, dan Arimbi ada yang menuliskan.

Melelahkan menjadi orang yang dibenci banyak orang.

To : Lestari

Message : Makasih, masih ada untuk hari ini❤️

Hendak Lestari menempelkannya pada papan, malah ia meremas sticky notes dan membuangnya. Sudahlah, tak usah mendrama seperti itu, batinnya. Tidak ada yang menuliskan pesan untuknya pun tidak merubah dunia Lestari menjadi lebih baik.

Gadis itu melihat Dinata yang berjalan di koridor sekolah. Dinar hari ini tidak masuk, karena liburan dengan orangtuanya. Ingin sekali Lestari bertegur sapa dengan Dinata. Tapi, semuanya sudah berbeda. Dulu saat SMP, Lestari bahkan tak segan-segan merangkul Dinata ketika mereka jalan bersama. Biasanya mereka jalan bertiga, Lestari, Dinata, dan Angel- sahabat mereka yang sekarang pindah ke Bali saat SMA.

Lestari merindukan kenangannya.

"Besti! Udah tau nggak kalau mau ada pertandingan basket antar sekolah di lapangan belakang?" tanya Aziel dengan susu kotak yang biasa ia minum. Lelaki itu menghampiri Lestari.

"Iyakah? Gue kira cuma penyuluhan aja."

"Enggak sih. Nonton yuk!" ajak Aziel. Mereka berlari ke lapangan belakang, di mana kursi-kursi penonton sudah terisi penuh.

"Duh duduk di mana, Jiel?"

"Di situ!" Aziel menunjuk bangku kosong.

Mereka berdua duduk di sana, kebetulan bersebelahan juga dengan Laskar, Ojan dan Bumi yang duluan duduk.

"Wah wah wah! Jahat ya kalian! Ku kira hubungan kita istimewa!" Dua tangannya ia taruh di pinggang dan seolang-olah menatap marah ke teman-teman adablessnya.

"Habis gue cariin lo, nggak ada. Yaudah kita ke sini duluan," kata Ojan membela diri.

"Yaudah sih. Arimbi!" Panggil Lestari saat melihat Arimbi yang mencari tempat duduk sambil membawa kotak bekalnya.

"Sini!" suruhnya membuat Arimbi berlari ke arah Lestari.

"Ini kalo nambah personil, salah satunya harus dipangku," celetuk Aziel yang sudah tak mendapati tempat kosong. Yakali nanti temannya Lestari si Arimbi duduk di bawah?

"Aku ke tempat lain aja nggak papa," ucap Arimbi dan langsung dapat penolakan dari Lestari.

"Udah di sini aja. Geser dikit, Kar."

"Mentok banget ini."

"Masih bisa!"

Alhasil Arimbi duduk di tengah-tengah Aziel dan Lestari walau mereka harus sempit-sempitan.

"WAAAAAAA!!!!" teriak para gadis saat tim basket mereka keluar dengan keren. Apalagi Bumi dan Gabriel yang sudah membuat kaki para gadis seperti jelly.

"Buset banyak juga fans mereka." Lestari sampai kaget saat semuanya berteriak. Sudah seperti bertemu artis Korea saja. Apalagi Bumi yang kepedean di tengah lapangan, rasanya pengen Lestari lempar pakai sepatu yang ia kenakan.

"Itu namanya Bumi ya?" tanya Arimbi.

"Iya, yang nabrak kamu beberapa hari lalu. Jangan ketipu sama tampangnya. Dia nggak sekeren yang kamu bayangkan pokoknya." Peringat Lestari. Arimbi mengangguk-angguk sambil menyuapkan bekal makanan buatan mamanya ke dalam mulut.

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang