10 ÷ Makasih, Laskar

217 61 6
                                    


Habis dari Warmindo, Lestari minta pada Laskar untuk jalan - jalan dulu malam ini. Ke mana pun, nanti Lestari yang beliin bensin. Laskar tidak mau aslinya, tapi katanya Lestari mau healing. Sementara Ojan juga sudah pulang ke rumahnya. Di telepon berkali - kali tadi sama bundadari kesayangan.

"Laskar, gue bohong sama lo." Lestari meletakkan dagu di pundak Laskar yang tengah menyetir si Pitung.

"Bohong tentang?"

"Luka di kaki gue. Ya gimana ya, gue kan juga nggak akan bicara gamblang ke semuanya seberapa bejat papa gue. Gue juga nggak akan permaluin papa di depan orang - orang." Walaupun Lestari membenci papanya, ia tidak akan menjelek - jelekkan papa di depan orang lain.

"Kenapa bisa luka?" tanya Laskar. Motor masih berjalan, namun sedikit pelan dari sebelumnya.

"Dilempar guci."

Mendengar hal itu Laskar hampir menabrak motor orang. Untung ia dapat menghindar dengan mulus. Dan ujung - ujungnya mereka memilih untuk singgah di suatu tempat yang sangat banyak sekali anak muda mendatanginya. Mencari tempat duduk sambil menikmati suasana Eropa yang sangat kental di daerah tersebut.

Setelah mendapatkan tempat duduk. Lestari diam cukup lama. Begitu juga dengan Laskar.

Lestari menoleh. Laskar melihat - lihat sekeliling. Beruntung sekali Laskar memiliki seorang ayah yang sangat sayang padanya. Itu adalah sesuatu yang paling membuat Lestari iri. Di saat ayah - ayah lain menjadi cinta pertama bagi putrinya dan menjadi superhero bagi putrinya, tapi tidak dengan Lestari.

"Laskar gue iri sama lo."

"Kenapa iri? Apa yang pantes diiriin dari diri gue, Tar?"

"Lo punya bapak yang sayang sama lo."

Laskar terkekeh. Ia menatap Lestari dari samping.

"Dih ketawa."

"Gue juga iri sama lo."

Lestari tertegun dan menoleh. Tunggu, apa yang pantas diirikan darinya? Hidupnya kan menderita.

"Gue pengen ngerasain gimana rasanya punya ibu."

Lestari menatap wajah Laskar. Kini lelaki itu menatap lurus ke arah depan. Kemudian gadis itu menunduk kembali.

"Gue juga pengen ngerasain gimana rasanya dipeluk papa."

Mata mereka bertemu. Mata mereka sama - sama berkaca - kaca. Itu adalah keinginan terbesar mereka selama ini.

"Laskar."

"Apa?" Laskar mendongak agar air matanya tidak tumpah.

"Kalo mau nangis mah nangis aja. Gue nggak pernah lihat lo nangis soalnya." Lestari tertawa sambil menghapus air matanya sendiri.

"Nggak ah, gila aja gue nangis."

"Kar, nanti kalau mama gue udah bangun. Gue kenalin lo sama mama. Lo bisa anggap mama gue mama lo sendiri, gue janji deh."

Laskar tertawa pelan, "Rasanya bakal beda, Tar. Dia tetep mama lo, bukan mama gue."

"Enggak akan. Mama gue baik banget. Dia pasti bakalan sayang juga sama lo, kayak dia sayang sama gue. Mama gue beneran sebaik itu, gue jamin deh."

Laskar mengangguk.

"Tumben pake make up."

"Babak belur gue ditampol papa."

"Bagian mana yang sakit?" tanya Laskar sambil mengarahkan dua bahu Lestari untuk menghadap dirinya.

Lestari menunjuk pipi kanan dan kirinya. Tangan Laskar terangkat untuk mengelus pipi kanan Lestari kemudian beralih pada pipi kirinya. Hal itu membuat air mata Lestari jatuh tanpa permisi. Kenapa ada lelaki sebaik Laskar? Dan kenapa harus Laskar? Bagaimana jika suatu saat nanti Lestari tidak dapat membalas kebaikan Laskar dengan sepantasnya?

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang