38 ÷ Hydrangea

110 32 3
                                    

"Masuk!" Narendra menarik Lestari masuk ke rumah dan mendorong tubuhnya hingga jatuh di atas lantai.

"Pak!" pekik Mbak Irma hendak menghampiri Lestari.

"Diam di situ! Jangan ikut campur! Ini urusan saya dan anak saya!" ucap Narendra. Mbak Irma hanya berdiri di tempat, tidak berani melangkah maju.

"Anak nggak bisa diatur! Buat Papa malu aja!"

"Heh!"

Lina menarik dagu Lestari, "Saya bisa memenjarakan kamu karena telah melukai anak saya! Tapi karena permintaan Dinar. Kamu tidak akan merasakan tempat itu!"

"PENJARAIN AJA! LO BISA MENANG KAN?!"

Plak!

Narendra menampar Lestari yang sudah lancang kepada Lina.

Lestari tidak goyang. Ia kembali berdiri tegap dan menantang mereka semua.

"Tampar lagi! Tampar lagi! Tampar aku lagi Pa!"

Plak!

Lestari kembali mendongak.

"Lagi! Tampar lagi sampai aku mati!"

Plak!

Darah mengalir di sudut bibir Lestari dan mengalir dari hidungnya. Tamparan keras yang pernah Lestari terima.

"Bunuh aku sekarang," ucap Lestari. Ia mendongak dan menghapus air matanya.

"Kurung dia aja mas! Anak nggak pernah punya malu!" suruh Lina.

Papa menarik tangan Lestari menuju gudang paling atas. Gudang gelap yang ada di lantai tiga. Mbak Irma memohon pada Narendra untuk tidak membawa Lestari ke sana.

"Pak! Jangan Pak! Lestari!" Narendra menghempas tangan Irma, lalu mendorong tubuh Irma menjauh an membuat Irma terjatuh di anak tangga.

"Lepasin!" Lestari memberontak.

"Masuk!" Narendra mendorong tubuh Lestari masuk ke dalam gudang gelap itu. Kemudian Narendra mengunci pintu dari luar.

"BUKA PINTUNYA!" teriak Lestari sambil memukul pintu dengan keras.

Suara barang jatuh membuat Lestari terduduk. Ia menyeka darah yang masih mengalir di hidungnya. Menyenderkan tubuh pada pintu dan berteriak sekencang-kencangnya. Memukul telapak tangannya sendiri, mengigit dan ketakutan mulai melanda hatinya.

Lestari terus mencoba melukai diri sendiri yang tak bisa membela dirinya sendiri dan memilih untuk pasrah seperti ini. Semua orang benar-benar sudah merusak mentalnya. Lestari membenci mereka.

Gadis itu masih berteriak kacau. Ia melihat sebuah kayu, ia memukul kakinya sendiri hingga berdarah. Lestari tidak peduli jika ia mati di dalam sini. Mungkin itu akan lebih baik daripada terus hidup dengan penderitaan tak berujung.

Hingga suara Mama mendengung di telinganya tiba-tiba. Lestari menghentikan aksinya untuk melukai diri sendiri. Diakhiri dengan teriakan panjang dan lemparan balok kayu ke arah cermin dan membuat cermin itu pecah.

Mama, alasan Lestari untuk tetap bertahan adalah Mama. Jika ia pergi, bagaimana dengan Mama?

"Apa yang terjadi. Lestari harus kuat? Kayak apa sayang?"

"Kayak Superman!"

"Pinter! Selain kuat, Lestari harus apa? Harus ba?"

"Bayi?"

"Hahaha, baik. Lestari harus baik, harus jujur ya?"

"Iya, Ma."

"Kalau jadi orang yang baik nanti semua orang juga baik sama Tari. Terus apa lagi? Kemarin apa yang Mama bilang? Masih ingat?"

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang