Bel sudah berbunyi sekitar dua menit yang lalu, hampir semua murid sudah berada di kelasnya masing-masing. Selang beberapa menit kemudian seorang guru memasuki kelas dengan beberapa buku yang di bawanya.
Wanita yang kerap dipanggil dengan Miss. Wulan itu menyapa semua muridnya dengan senyuman, terlihat cantik di usianya yang terbilang sudah matang untuk menikah. Dua puluh enam tahun, tetapi guru yang mengajar Bahasa Inggris itu masih memilih untuk sendiri karena beberapa hal, maka dari itu tak jarang banyak murid laki-laki yang sering menggodanya sebagai candaan. Meski begitu, mereka masih tetap menjaga etika dan attitude-nya sebagai murid.
Sadar, bahwasannya guru adalah guru, seseorang yang harus dihormati setelah kedua orang tuanya.
"Good morning," sapa Miss. Wulan menggema di sudut ruangan kelas.
"Morning, Miss." Semua murid menjawabnya dengan serempak.
"Sedikit informasi, untuk tahun ajaran baru ini, saya ditunjuk untuk menjadi wali kelas kalian. Mohon kerja samanya, ya, anak-anak," katanya.
"Oh, iya, satu lagi, di tahun ajaran baru ini kalian kedatangan teman baru. Silakan, untuk yang merasa maju ke depan dan perkenalkan diri kalian."
Seorang laki-laki yang duduk di kursi paling belakang itu melangkahkan kakinya terlebih dulu, lalu diikuti oleh ketiga temannya.
"Regan Adelio Abian."
"Revano Galandra Pratama, salam kenal."
"Saya Radit Angga Putra. Salam kenal dan semoga bisa berteman dengan baik."
"Saya Reksa Alvin Syahreza. Alvin Syahreza bukan Afgan Syahreza, ya, teman-teman. Terima kasih."
Setelah memperkenalkan diri, mereka pun kembali ke tempat duduknya masing-masing. Kini, mata coklat itu melirik ke arah bangku Fayolla. Perempuan itu berjalan mendekat untuk menghampirinya.
"Tetap tidak mau lepas hoodie-nya, Fay?" tanya Miss. Wulan. Tahu betul, memakai jaket atau hoodie saat jam pelajaran itu sudah menjadi kebiasaan murid yang satu ini. Mau sekeras apa pun dirinya meminta untuk dilepas, Fay tetap tidak akan melepasnya.
"Why?" tanyanya bersahabat. Ada yang aneh di matanya, setiap kali melihat Fayolla memakai hoodie, selalu menimbulkan tanya dalam benak bagi wanita berumur dua puluh enam tahun tersebut.
"Hanya tidak ingin melepasnya saja."
Semua murid menatap ke arah Fayolla, seolah tatapan mereka itu ikut mengintimidasi dirinya. Gadis itu hanya terdiam, menatap dalam bola mata coklat di depannya. Sudah terlalu banyak alasan untuk menyangkal setiap pertanyaan yang selalu sama setiap harinya, dan saat ini Fayolla sungguh tidak tahu harus menjawab apa.
"Untuk hari ini, aktivitas belajar belum efektif. Saya tidak akan menghukum kamu. Tapi, tolong ke depannya jangan seperti ini terus, Fay. Ini sekolahan, sudah sewajarnya kamu mentaati setiap peraturan yang ada, dan kamu tidak bisa seenaknya melakukan apa yang kamu inginkan." Peringatnya.
Dia mengangguk. "Iya, Miss."
Suasana terasa canggung. Hari pertama masuk sekolah sudah dibuka dengan beberapa masalah, dan lagi-lagi perihal Fayolla Adya Kirani. Sebenarnya, apa yang dia takuti? Jika hanya luka, apa sulitnya untuk mengatakan yang sebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome! [END]
Teen Fiction"Memangnya kenapa kalo lo hidup di antara hitam dan putih? Lo cuma perlu mewarnainya, jangan malah menjadikannya abu-abu." - Regan Adelio Abian Di saat semua anak perempuan menganggap ayah adalah cinta pertamanya, tetapi tidak untuk Fayolla. Banyak...