"Lo kalo mau ribut, di luar. Berisik!" cibir Regan kepada Fayolla.
Regan hari ini sedikit berbeda dari biasanya. Ketika ia mendengar keributan antara Fayolla, Elle, dan juga teman sekelasnya itu membuat ketenangannya terusik. Kini, Regan menatap mereka secara bergantian, meskipun dirinya masih terbilang murid baru. Namun, ia tak segan untuk menegur seseorang, jika orang itu mengganggu ketenangannya.
Fayolla menatap Regan, lalu gadis itu pun mendekat ke arah bangkunya. "Kalo mau cari ketenangan, lo salah tempat!" imbuh Fayolla sedikit sarkas.
"Beda banget lo hari ini," timpal Revano yang berhasil menghentikan langkahnya.
Fayolla yang mereka tahu, tidak seperti ini. Gadis itu sering kali mengabaikan setiap perkataan seseorang yang menurutnya tidak penting, karena menurut Fayolla sekalipun dia melayani mereka, itu tidak akan pernah ada habisnya. Kecuali ia berhenti sekolah.
Kini, Fayolla pun meninggalkan kelasnya begitu saja, padahal sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai. Namun, gadis itu tetap memilih untuk pergi. Gea yang biasanya akan berteriak dan mengikuti Fayolla, tetapi tidak untuk kali ini. Dia tak ingin mencampuri dan memilih untuk membiarkan Fayolla pergi sesuai dengan keinginannya.
Sebenarnya, Gea cukup lelah dengan semua tingkah Fayolla yang semakin aneh. Ada rasa kesal, marah, dan kecewa ketika gadis itu memulai kebiasaan buruknya, tetapi mau bagaimana pun juga dia adalah sahabat satu-satunya yang ia miliki.
"Lo gak kejar dia?" tanya Revano. Gea hanya menggeleng tanpa mengucap satu kata pun.
Permasalahan di rumahnya saja cukup menguras pikiran, ditambah lagi Fayolla yang kembali berulah. Membuat Gea semakin malas untuk menjalani aktivitasnya hari ini. Kepalanya terasa ingin pecah, kenapa hari ini semua orang begitu menyebalkan?
Suasana pun berubah menjadi tenang, jam pertama sudah dimulai. Suara derap langkah pun terdengar semakin mendekat, tak ada satu pun yang bersuara. Mereka tahu, suara sepatu itu milik Susan, guru matematika yang dikenal dengan ketegasannya.
Tasya memimpin untuk mengucapkan salam, karena Elle yang tak kunjung kembali.
"Mana ketua kelasnya?" tanya Susan, ia tidak pernah menyebut nama muridnya, kecuali sedang mengabsen.
"Tadi keluar, tapi belum kembali sampai sekarang," terang Tasya.
"Kalo dia?" tunjuk Susan tepat di kursi kosong milik Fayolla.
"Keluar juga," jawab Tasya lagi. Hanya itu yang bisa Tasya jawab, karena keduanya pergi tanpa memberikan alasan apa pun.
Susan mengangguk, lalu menyuruh semua muridnya untuk membuka buku latihan halaman 67. Susan memang tidak banyak bicara, tetapi ia akan menghukumnya melalui nilai, tak heran jika Fayolla kerap kali mendapatkan nilai yang jauh dibawah rata-rata.
"Dua kali boros di jam pelajaran saya. Kalian tidak bisa mengikuti pelajaran saya selama satu minggu," ucap Susan.
Haruskah mereka senang? Karena mereka bisa terbebas dari pelajaran matematika selama satu minggu penuh. Tidak, mereka tidak senang, justru sebaliknya. Meskipun mereka tidak bisa mengikuti kelasnya selama satu minggu. Namun, guru matematika tersebut akan memberikan soal dua kali lipat tanpa nilai.
Jadi, bagaimana rasanya ketika kalian dituntut untuk mengerjakan semua soal, tetapi nilai kalian tetap nol. Percuma saja bukan? Jadi, alangkah baiknya untuk tidak bolos sekolah, dan tetaplah berada di kelas. Meskipun tidak memiliki otak yang pintar, setidaknya nilai kalian akan aman berkat kehadiran tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome! [END]
Teen Fiction"Memangnya kenapa kalo lo hidup di antara hitam dan putih? Lo cuma perlu mewarnainya, jangan malah menjadikannya abu-abu." - Regan Adelio Abian Di saat semua anak perempuan menganggap ayah adalah cinta pertamanya, tetapi tidak untuk Fayolla. Banyak...