Iris mata Regan terus memperhatikan Fayolla—kekasihnya. Apa yang sebenarnya gadis itu sembunyikan, dan apa yang dirinya tidak ketahui? Semua teka-teki itu kembali mendominasi pikiran Regan, terlalu banyak rahasia dari sosok gadis yang saat ini tengah duduk di sampingnya itu.
"Hari ini kamu ada jadwal psikoterapi," ucap Regan yang berusaha mencairkan suasana, setelah beberapa menit dilanda keheningan karena Fayolla yang enggan bercerita.
"Aku mau berhenti di sini aja," imbuh gadis itu.
"Kenapa?"
"Aku capek. Bener-bener capek." Fayolla tersenyum menatap wajah kekasihnya, mata sayu itu semakin menandakan bahwa ia sedang berada dititik terlemahnya.
"Aku mau mengakhiri semua kegilaan ini."
Regan membenarkan posisinya-berhadapan langsung dengan Fayolla. Entah, seberapa sakitnya posisi gadis itu saat ini, Regan hanya bisa memberikan semangat dan berusaha untuk menguatkan kekasihnya tersebut. Selang beberapa detik kemudian, Regan meraih tangan Fayolla dengan lembut, lalu berkata, "Kamu gak sendiri, ada aku."
Fayolla melepaskan genggaman itu, lalu ia mengambil sebuah ponsel dari saku celananya. "Kemungkinan aku sembuh berapa persen? Aku rasa pergi ke psikiater pun gak membantu sama sekali," gumamnya.
Ia memperlihatkan rekaman cctv yang ada di hapenya tersebut pada Regan. Dapat laki-laki itu lihat, Fayolla berdebat dengan dirinya sendiri, hingga berakhir dengan luka sayat dan juga darah yang berceceran ke mana-mana.
"Mau nyerah sampe, sini?" tanya Regan seraya menaruh ponsel itu.
Gadis itu menghela napasnya, lalu menggeleng. "Enggak tahu."
"Oh, iya, Re? Sebelum kita ketemu Tante Maira, aku mau pergi ke sesuatu tempat." Regan pun menyetujui, lalu Fayolla pun pergi bersiap-siap.
Setelah selesai bersiap, gadis itu menatap pantulan wajahnya di balik cermin, wajah yang dulu pernah berseri pada masanya itu kini semakin terlihat sayu dan menyedihkan. Fayolla mengambil secarik kertas yang ia simpan di bawah buku paket kimianya, lalu ia simpan dengan rapi di atas meja.
Beberapa menit telah berlalu, kini Regan dan Fayolla sudah tiba di tempat biasa, tempat di mana untuk membuat hati gadis itu merasa sedikit tenang meski permasalahan terus datang bertubi-tubi. Lain halnya dengan Regan, langkahnya mendekat ke arah foto palaroid, melihat dua orang gadis yang tertawa lepas di balik foto tersebut.
"Ini adalah foto pertama yang diambil semenjak kita berteman. Lucu, ya?" Suara Fayolla menarik perhatian kekasihnya, lalu Regan pun tersenyum.
"Aku gak pernah nyangka, kalo persahabatan kita akan berakhir seperti ini. Gea pergi, dan sekarang aku sendiri."
"Selamanya Gea akan tersenyum seperti ini, karena permintaan terakhirnya sudah terpenuhi. Meski aku gak bisa lagi liat dia tersenyum kek gini."
Kini, Fayolla duduk di bawah pohon rindang itu, menghadap ke arah danau yang tampak tenang. "Sebelum aku mengakhiri semua kegilaan ini, ada beberapa hal yang harus kamu tahu, Re."
Mendengar ucapan itu, Regan pun ikut duduk di samping Fayolla. Dapat ia lihat mimik wajah gadis di hadapannya itu yang semakin serius.
"Aku udah siap kehilangan, termasuk kehilangan kamu."
"Jadi, denger baik-baik, ya, Re." Fayolla menarik napas, sebelum ia menceritakan semua rahasianya kepada Regan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome! [END]
Ficção Adolescente"Memangnya kenapa kalo lo hidup di antara hitam dan putih? Lo cuma perlu mewarnainya, jangan malah menjadikannya abu-abu." - Regan Adelio Abian Di saat semua anak perempuan menganggap ayah adalah cinta pertamanya, tetapi tidak untuk Fayolla. Banyak...