Chapter 27 - Mawar Hitam dari Arsen

109 7 0
                                    

Hiruk-pikuk menguasai kelas IPS tiga, padahal bel masuk sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu. Namun, tidak ada satu pun guru yang datang, dikarenakan sedang ada rapat, yang membuat kelas menjadi jam kosong. Suara petikan gitar yang tak enak didengar itu, membuat suasana semakin kacau.

"Woy, itu yang maen gitar. Please, deh, gaenak banget, anj!" teriak Reksa kepada laki-laki yang bernama Sean—teman sekelasnya.

"Namanya juga lagi belajar, kalau gaenak didengar buang telinga lo!" timpalnya setengah minat.

"Yeee! dibilangin juga lo!" gerutu Reksa.

Reksa mengambil langkah, lalu laki-laki itu merebut gitar tersebut dari Sean. Lalu berkata, "Pinjem bentar, gue mau nyanyi."

Reksa pun membawa gitar tersebut ke arah bangku Gea dan Fayolla, karena hanya dua gadis itu yang dikenal cukup dekat olehnya. Gea yang tadinya sedang sibuk bermain ponsel pun menoleh ke arah Reksa, diperhatikannya laki-laki itu, tanpa mereka sadari sorotan mata Revano mengintimidasi dari jarak yang terpaut beberapa meter tersebut.

"Lo mau gue nyanyiin apa, Ge?" tanya Reksa penuh rayu.

"Gue gak mau dinyanyiin sama lo. Gue mau Fayolla yang nyanyi," ujar Gea sambil menatap sahabatnya yang sedang sibuk memberi makan Pou kesayangannya.

"Fayolla bisa main gitar? Gas dong, Fay. Kita konser, mumpung lagi gak ada guru!" pinta Reksa memohon.

"Dia juga bisa nyanyi," papar Gea, yang membuat Reksa semakin antusias.

"Serius?" Seolah tidak percaya, Reksa kembali bertanya karena laki-laki itu ingin mendengar jawaban langsung dari Fayolla.

Fayolla mengangguk dengan senyumannya yang tipis, gadis itu tidak menolak, karena apa yang dikatakan Gea memang benar. Bakatnya ia asah saat mengikuti ekskul musik pada kelas sepuluh lalu, dan itu semua Arsen yang mengajarkannya.

Fayolla mengambil alih gitar tersebut, semua perhatian murid pun langsung tertuju ke arah meja Gea, kecuali Elle. Dia begitu tidak menyukai Fayolla yang selalu mencari perhatian teman sekelasnya.

Fayolla memposisikan gitar itu di depan badannya sedemikian rupa, agar nyaman saat memainkannya nanti. Kini, jemarinya sudah membentuk kunci—bersiap untuk segera memetik senar.

"Cinta, dengarkan hati, nurani meneladani ...."

"Baru kusadari, aku kini kehilanganmu ...."

"Malam rembulan berlalu, hati masih bertalu ...."

"Bahagia denganmu. Kini senyap, jiwa tak bertuan ...."

"Tanpa berpamitan kamu ... menghilang bagaikan ditelan samudera ...."

Seorang laki-laki yang baru tiba dari toilet itu menghentikan langkahnya tepat di ambang pintu. Kelas yang tadinya ricuh, kini menjadi hening seketika—mendengar nyanyian dari suara lembut milik Fayolla.

"Kuingat-ingat apakah aku ... salah dan menyinggung perasaanmu ...."

Regan melewati meja Fayolla begitu saja, lirik lagu yang dinyanyikan gadis itu mengingatkannya pada kepergian Aluna. Benar tanpa berpamitan dia pergi, menghilang untuk selama-lamanya.

Monochrome! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang