Chapter 35 - Bidadari Regan

68 4 0
                                    

Kamu adalah sepenggal kisah yang belum sempat aku mulai. Namun, akhirnya harus kuakhiri.

- Revano Galandra Pratama

***

Suasana kelas hari ini begitu berisik. Namun, yang dirasakan Fayolla saat ini hanyalah sepi, beberapa kali ia menoleh ke arah samping—menatap kursi kosong yang kini telah kehilangan pemiliknya.

Satu bulan telah berlalu ... sejak kepergian Gea, tak ada lagi rasa semangat yang Fayolla miliki. Dia tahu, bahwa semua orang pun pernah kehilangan, entah itu sebagian tubuhnya, kekasih, bahkan orang tua. Mungkin ada yang lebih sakit dari apa yang dirasakan gadis itu saat ini. Namun, ini sedang tidak membahas perihal sesakit apa yang orang lain rasakan, karena semua yang namanya kehilangan itu menyakitkan.

"Mulai sekarang, gue duduk di sini sama lo." Suara itu membuyarkan lamunan Fayolla.

"Lo bukan Gea." Gadis itu membuang pandangannya, tak ingin berbicara banyak hal.

"Seenggaknya, kursi ini sudah mendapatkan pemilik yang baru."

Satu bulan terakhir ini Regan tak pernah absen dari hadapan Fayolla, laki-laki itu selalu datang meski hanya sekadar menyapa halo, banyak hal yang Regan lakukan untuk menghibur Fayolla. Namun, mau bagaimanapun Regan berusaha untuk menghiburnya, itu tidak akan pernah berhasil.

Kini, air matanya seperti aliran sungai yang tak tahu di mana letak ujungnya.

"Lo boleh sedih, lo boleh marah, lo boleh kecewa, asal jangan terlalu larut. Apa pun yang berlebihan itu gak baik, Fay." Regan

"Gue tahu. Tapi cuma ini yang bisa gue lakuin, Re." Fayolla kembali menatap Regan, keduanya semakin dekat. Bahkan, laki-laki itu tak bisa meninggalkan atau membiarkan Fayolla sendirian yang mungkin akan menciptakan sendu dalam gelap.

"Mata lo sembap, gak enak dipandang. Cantik lo luntur karena nangis terus," tutur Regan. Fayolla terdiam.

Lain halnya dengan ketiga teman Regan, yang mungkin sudah bisa menerima kepergian Gea, kecuali Revano. Ada banyak hal yang ingin laki-laki itu ketahui dari sosok Gea, tetapi Tuhan lebih dulu membawanya pergi. Kini, tidak ada banyak hal yang bisa ia lakukan selain berduka diam-diam.

Revano beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan melewati kursi Fayolla begitu saja. Namun, suara Regan yang tiba-tiba menginterupsi itu berhasil menahan langkahnya. "Mau ke mana?"

"Cari angin. Gak ada guru juga lagian, bosan!"

Regan merasa bahwa akhir-akhir ini sikap Revano semakin cuek dari biasanya. Laki-laki itu lebih senang menyendiri daripada berkumpul, setiap kali Regan bertanya jawabannya selalu sama—cari angin—padahal mau sesuntuk apa pun suasana kelas, laki-laki tak pernah pergi sendirian.

"Lo kenapa, sih?" tanya Regan, Revano menatap dengan satu alis yang terangkat.

"Maksud lo?"

"Akhir-akhir ini lo lebih senang menyendiri," jawabnya. Fayolla ikut menatap Revano, menunggu jawaban laki-laki yang kini tengah berdiri—menatap Regan.

"Gak usah urusin gue, urusin aja cewek lo yang keras kepala itu!" Suara Revano seketika meninggi satu oktaf, ada apa dengannya?

Monochrome! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang