Chapter 33 - Puzzle yang Tersusun

70 3 0
                                    

Hampir dua jam lebih mereka berkendara, akhirnya mereka sampai di Pantai Florida Anyer, setelah itu mereka berenam pun memutuskan untuk mencari tempat ternyaman—sedikit menjauh dari keramaian.

Deburan ombak mulai terdengar, bergulung cepat menabrak bebatuan, meninggalkan buih putih di tepi pantai. Kini, mereka pun bisa merasakan desiran angin sejuk di tepi laut Florida. Pemandangan yang indah itu cukup untuk memanjakan matanya, menenangkan sedikit pikiran yang sedang dilanda kekacauan.

Bibir merah merekah tersenyum sendu, dua mata sayu itu memandang begitu jauh. Itulah yang mereka lihat pada dua sosok gadis yang kini tengah berdiri di bibir pantai.

Fayolla menoleh kepada empat laki-laki itu, lalu berkata, "Apa kita bisa di sini sampai matahari terbenam? Gue mau lihat senja dari tepi pantai," pinta Fayolla, Gea pun ikut menyetujuinya.

Mereka berempat tidak bisa memberikan jawaban, karena mereka harus memiliki izin terlebih dulu dari penjaga pantai tersebut. Tidak bisa seenaknya pulang dan pergi begitu saja.

Beberapa kali ombak menghantam pelan kakinya, dia tersenyum kecil. Gadis itu menikmati suasana siang ini, meski terik matahari menyorot begitu panas. Namun, desiran angin yang menderu kencang itu membuat suasana sedikit lebih sejuk.

"Katanya lo mau liat ombak, karena malam itu lo gak bisa melihatnya dengan jelas," papar Regan.

"Iya, tapi bukan ombak ini yang mau gue lihat!"

"Memangnya dia mau liat ombak yang seperti apa?" Revano bertanya, Regan pun menoleh—mengernyitkan dahinya. Benar juga, ombak seperti apa yang gadis itu ingin lihat?

Fayolla mengabaikan ucapan Regan dan juga Revano. Dia kembali disibukkan dengan bermain ombak bersama Gea, sesekali mereka berteriak hanya sekadar untuk melepaskan beban pikiran. Sedangkan keempat laki-laki itu hanya duduk—memperhatikan dua gadis yang terlihat sangat bahagia itu.

Reksa mengambil gitar—untuk menghalau rasa bosan, lalu dia pun mulai bernyanyi. Hingga tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul lima sore, sebentar lagi matahari akan kembali keperaduannya. Namun, mereka memutuskan untuk tetap berada di tepi pantai, karena sudah mendapatkan izin dari si penjaga.

Kini, Fayolla dan Gea mengistirahatkan tubuhnya yang terasa sangat lelah, duduk bersama ke empat laki-laki itu dengan api unggun yang menyala kecil. Dapat Fayolla lihat ... matahari terbenam indah di ufuk barat sana, seulas senyum pun merekah di bibirnya yang manis.

Bukan Reksa, kini Fayolla yang memainkan gitar tersebut—menyamarkan suara deburan ombak petang ini. Hingga bintang mulai bermunculan dan angin terlalu dingin untuk tubuhnya yang rapuh, Regan mengambil jaket lalu dipakaikannya pada pundak gadis itu, tak akan ia biarkan Fayolla kedinginan malam ini.

Gea tersenyum, melihat Fayolla yang diperlakukan manis oleh Regan. Sedangkan Revano, laki-laki itu terus memperhatikan Gea secara diam-diam, disaat Reksa dan Radit sedang sibuk menggoda Regan dan juga Fayolla yang saat ini sedang memainkan gitar milik Reksa. Beberapa menit kemudian, Fayolla berhenti memetik senarnya, lalu menyimpan gitar tersebut.

"Terkadang gue merasa nyaman, ketika gue berada di luar rumah." Suara Reksa mengalihkan perhatian mereka, yang tadinya berisik menjadi serius ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut Reksa.

"Kenapa?" tanya Gea yang mulai menaruh sepenuh minatnya pada laki-laki itu.

"Rumah terlalu sepi." Reksa berdecak, lalu tertawa sumbang. Orang tuanya sering berpergian ke luar kota—meninggalkan Reksa sendirian di rumah yang besar itu. Itulah kenapa Reksa selalu bersikap so asik dan asal, semua yang ia lakukan seolah-olah hanya untuk menghibur dirinya sendiri.

Monochrome! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang