Chapter 25 - Sisi Kelam Fayolla

108 12 1
                                    

Tujuh tahun yang lalu ...

Gaduh terdengar dari kamar sebelah, seorang anak yang kini berusia kurang lebih sepuluh tahun itu menutup telinganya rapat-rapat. Ia tak mau mendengar kata umpatan yang terus keluar dari mulut ayahnya. Meneriaki sang bunda hingga wanita itu terus menangis.

Satu bulan kemudian, orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Ada sedikit rasa kecewa dan sedih, tetapi itu adalah pilihan terbaik agar laki-laki yang ia panggil sebagai ayah itu tak bisa lagi menyakiti bundanya. Selain itu, beberapa alasan lain yang mengharuskan mereka bercerai, yang belum bisa dimengerti oleh anak umur sepuluh tahun itu.

Tidak ada rasa benci. Namun, ia sedikit kecewa dengan perlakuan sang ayah. Maka dari itu, bocah yang bernama Fayolla Adya Kirani memilih untuk tinggal bersama sang bunda.

Hari terus berjalan seperti biasanya, hingga hari itu tiba. Hari di mana semua keadaan menjadi lebih buruk daripada pertengkaran antara ayah dan bundanya. Waktu itu, ia masih duduk di kelas lima Sekolah Dasar, tetapi di usia yang terbilang dini ... ia harus merasakan kerasnya kehidupan.

Di sebuah halte, ia menunggu sang ibu kembali dari minimarket. Gadis kecil dengan rambut yang dikepang dua itu asik bernyanyi, hingga kehadiran seorang laki-laki membuat senyumnya semakin melebar.

"Yolla!" panggil orang itu, dengan satu buah boneka yang dibawanya.

"Ayah!" balasnya berteriak, lalu ia memeluk erat tubuh Satria—ayahnya. Sudah hampir satu bulan, ia tak melihat Satria. Laki-laki paruh baya itu jarang menemui putri kecilnya tersebut, karena beberapa alasan.

Selang beberapa menit kemudian, Viona datang—menghampiri Fayolla yang saat ini berada di pangkuan Satria. Meskipun keduanya sudah berpisah, Viona masih mengizinkan Satria untuk bertemu dengan Fayolla, karena mau bagaimanapun juga Satria tetaplah ayah dari putri kecilnya itu.

"Hari ini, Yolla pergi bersamaku." Satria bersuara, awalnya Viona tidak mengizinkan mantan suaminya itu membawa pergi Fayolla. Namun, ketika ia melihat gadis kecilnya itu tertawa lepas—bahagia akan pertemuannya dengan sang ayah, Viona pun berubah pikiran.

Satria membawa anaknya ke rumah yang saat ini ia tinggali. Namun, entah bagaimana sosok Fayolla kecil itu mampu membangkitkan gairahnya. Membutakan pikiran, hingga hawa nafsunya menguasai Satria—sang ayah.

Perlakuan buruk itu berlanjut sampai Fayolla remaja, lebih tepatnya kelas satu SMP. Saat itu, Fayolla tidak bisa menolak, karena sang ayah terus memberinya ancaman, hingga gadis itu tidak berani untuk berbicara kepada siapa pun termasuk Viona—bundanya. Beberapa tahun ia menjadi korban nafsu sang ayah, Fayolla pun akhirnya memutuskan, meminta kepada sang bunda untuk membawanya pergi dari kota tersebut.

Selain mendapatkan perlakuan buruk dari sang ayah, Fayolla juga mendapatkan perlakuan tidak adil dari teman sekelasnya ketika dia duduk di kelas satu SMP. Teman-temannya mengetahui bahwa ayah Fayolla adalah seorang buronan polisi, karena korban dari kejahatan Satria tidak hanya Fayolla saja. Jauh sebelum menghancurkan masa depan sang anak, Satria sudah lebih dulu menghancurkan masa depan beberapa anak yang masih dibawah umur.

Benar-benar, brengsek! Bahkan kata brengsek saja masih terlalu bagus untuk laki-laki itu.

Semenjak itulah, Fayolla merasa jijik dengan dirinya sendiri. Fayolla membenci apa pun yang berhubungan dengan sang ayah. Dia membenci halte, dia tidak bisa pergi sendirian ketika hari sudah menjelang malam, karena waktu itu ... waktu di mana dirinya akan dijemput oleh Satria untuk memenuhi gairah nafsu sang ayah.

Monochrome! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang