Udara pagi ini terasa sangat dingin, menusuk hingga ke tulang. Wajar saja memang, karena semalaman hujan terus mengguyur deras dan baru reda subuh tadi. Tak heran jika udara pagi ini sangat lembap dan juga awan masih terlihat mendung di atas langit sana.
Seorang gadis mengeratkan jaket yang dikenakannya, berjalan santai memasuki area sekolah. Hari ini, ia datang dengan penampilan baru—terlihat sangat cocok dengan rambut pendek tanpa poni. Lagi pula mau bagaimanapun gaya rambutnya, itu semua tidak akan mengurangi kadar kecantikannya.
Beberapa pasang mata kembali memperhatikan gadis itu. Rambut pendek sebahunya berhasil membawa perubahan baru, seolah berhasil menyulap wajah yang tadinya selalu terlihat murung kini tampak jauh lebih segar. Semoga ini adalah awal yang baik untuk memulai kehidupan baru, meski tanpa hadirnya Gea.
Kini, gadis yang kerap dipanggil Fay itu berdiri tepat di ambang pintu, matanya mengedar ke setiap penjuru kelas. Di sana terlihat beberapa murid perempuan yang sedang asyik bercengkerama, juga Regan dan ketiga temannya yang tampak sibuk bermain ponsel.
Semenjak hari itu, Fayolla lagi-lagi absen selama dua hari. Luka yang belum sepenuhnya sembuh itu membuat gadis itu enggan pergi ke sekolah apalagi tanpa memakai hoodie. Fayolla menghela napas, sebelum ia benar-benar melangkah masuk ke dalam kelas.
"Pacar lo, Re!" seru Reksa, orang yang pertama kali menyadari kehadiran Fayolla.
Regan yang tadinya sibuk berkutat dengan gawai itu pun menoleh ke arah meja Fayolla. Gadis dengan rambut sebahu itu tampak asing di mata Regan, tetapi dia masih cantik seperti hari-hari sebelumnya. Setelah itu, Regan pun kembali mengalihkan pandangan, dia bukan lagi pacar Regan. Entah, apa maunya gadis itu, Regan benar-benar tidak mengerti.
Setelah kepergian Gea beberapa bulan yang lalu, sekarang Fayolla benar-benar sendirian. Gadis itu terus membatasi diri dari orang-orang yang ingin berteman dengannya. Bukan sombong, hanya saja ia terlalu takut untuk memulai pertemanan. Siapa mereka dan siapa dirinya, itu jelas sangat berbeda.
Kotor! Itulah yang ada dalam pikirannya saat ini.
Di sela-sela kesibukan Fayolla, lain halnya dengan segerombol murid perempuan yang asyik berbisik satu sama lain di meja Elle, sesekali mereka melempar pandangannya pada Fayolla—gadis yang saat ini sedang duduk sendirian.
"Serius? Anjir, gak nyangka banget gue!"
"Ternyata bokapnya sekeji itu!"
"Yang gue denger juga, Fayolla sempat dilecehkan gitu sama bokapnya," ujar Elle tanpa bercermin. Bodohnya, semua murid perempuan itu sibuk membicarakan Fayolla, sedangkan tepat di hadapan mereka ada manusia yang memiliki kepribadian jauh lebih buruk dari Fayolla.
"Lo tau darimana, Elle?" tanya salah satu murid.
"Gue punya temen, dan dia dulu sempat satu sekolahan sama Fayolla."
Elle menunjukan video ketika Fayolla dibully oleh teman sekelasnya. Entah, siapa yang menyebarkan video tersebut, padahal kejadian itu sudah bertahun-tahun lamanya. Kejadian yang selalu Fayolla kubur dalam-dalam, dan kini masa lalu itu berhasil mengusiknya lagi.
"Anj! Cantik-cantik ternyata udah gak perawan. Mana dipakenya sama bokapnya lagi!" teriak Sean—yang sedari tadi ikut bercengkerama di meja Elle.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome! [END]
Fiksi Remaja"Memangnya kenapa kalo lo hidup di antara hitam dan putih? Lo cuma perlu mewarnainya, jangan malah menjadikannya abu-abu." - Regan Adelio Abian Di saat semua anak perempuan menganggap ayah adalah cinta pertamanya, tetapi tidak untuk Fayolla. Banyak...