Di rumah yang terbilang cukup luas ini, hanya ada Raka dan juga Fayolla. Sedangkan, Viona dan Asisten rumah tangganya sedang pergi berbelanja untuk menstok persediaan makanan untuk beberapa hari ke depan. Biasanya ... Viona pergi ditemani oleh Fayolla, tetapi dikarenakan Fayolla sedang sakit, jadi wanita itu pergi bersama Mbok Nur—asisten rumah tangga.
Iris hitam milik Fayolla melihat ke arah taman, di mana ia melihat sang ayah yang tengah santai seraya membaca koran. Hari ini, tidak ada jadwal operasi, maka dari itu Raka bisa bersantai di rumah. Setelah beberapa hari lalu, jadwal operasinya sangat padat, hingga ia tidak bisa beristirahat dengan cukup.
"Pa?" Fayolla mendekat ke arah Raka-sang ayah. Lalu, duduk di sampingnya.
Laki-laki paruh baya itu melepas kacamatanya, menyimpan koran yang sedang ia baca beberapa detik lalu itu. Kini, Raka menatap Fayolla sepenuh minat. "Kenapa, Fay?" jawabnya.
Fayolla menarik napasnya sejenak, sebelum ia berkata, "Sejauh ini ... apa pernah ada kasus euthanasia di rumah sakit tempat Papa bekerja?"
Kening Raka mengernyit. Kenapa, putrinya itu menanyakan hal tersebut?
"Nggak ada, karena di Indonesia tindakan tersebut termasuk ilegal atau tidak diperbolehkan. Mau itu rujukan dari rumah sakit atau permintaan keluarga korban, tindakan suntik mati tetap tidak diperbolehkan."
"Tapi ... tadi Fay gak sengaja liat artikel, katanya di Indonesia pernah ada kasus euthanasia terhadap istrinya yang mengalami koma."
"Benar. Namun, sekarang di negara kita tidak mengenal permohonan suntik mati atau euthanasia. Jika pun ada yang melakukan tindakan tersebut, maka ia akan ditindak pidana dengan pasal 344 KHUP."
Fyi, Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Fayolla mengangguk pelan, lalu gadis itu kembali bertanya. "Kalau boleh tahu, biasanya obat yang dilakukan untuk suntik mati itu, apa?"
"Setau Papa, disebagian negara menggunakan obat pentobarbital, pancuronium bromide, dan potassium chloride. Namun, lembaga pemasyarakatan itu mengatakan pihaknya tidak pernah menyediakan obat-obatan tersebut sejak 2013, sejak pasokan obat terakhir kadaluarsa."
"Papa bingung, kenapa kamu bertanya soal euthanasia, Fay?" tanya Raka. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang aneh dari sikap putrinya tersebut.
"Cuma mau tau aja, Pa. Kalau begitu, Fay masuk ke dalam, ya."
Setelah banyak bertanya, Fayolla pun kembali memasuki rumah. Tanpa Raka ketahui, gadis itu menyelinap masuk ke ruangan kerja sang ayah, ia mencari keberadaan obat bius yang pernah ia lihat sebelumnya.
"Gak seharusnya lo melakukan hal sampai sejauh ini, Fay."
***
Setibanya di depan rumah Fayolla. Mata Regan tidak sengaja melihat seorang gadis cantik yang mengenakan hotpants itu terlihat buru-buru memasuki rumahnya. Beberapa detik kemudian, Regan pun turun dan mengetuk pintu rumah tersebut.
Pintu pun terbuka, menampilkan sosok Fayolla yang terlihat pucat dengan rambut yang berantakan. Tak hanya itu, Regan pun melihat dua lengan Fayolla yang kembali mengenakan perban. Regan tidak mengatakan apa pun, ia hanya menatap Fayolla selama beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome! [END]
Teen Fiction"Memangnya kenapa kalo lo hidup di antara hitam dan putih? Lo cuma perlu mewarnainya, jangan malah menjadikannya abu-abu." - Regan Adelio Abian Di saat semua anak perempuan menganggap ayah adalah cinta pertamanya, tetapi tidak untuk Fayolla. Banyak...