Hangat sinar mentari mulai terasa sedikit demi sedikit. Dua sejoli itu masih berada di atap, mengabaikan bel yang sedari tadi sudah beberapa kali berbunyi, pertanda jam pelajaran sudah berganti.
Fayolla tertidur pulas di pundak Regan dari beberapa menit yang lalu, mungkin gadis itu merasa cukup lelah karena terus berbicara omong kosong—mengaku bahwa dirinya bernama Darren, yang tak mengenal siapa Regan. Mendengar ucapan Fayolla yang terus melantur itu, Regan tak merespons banyak hal, mungkin kurangnya istirahat yang membuat fungsi otaknya menjadi kurang optimal.
Regan menatap wajah Fayolla, lalu beralih menatap lengan gadis itu. Tangannya masih menggunakan perban, mungkin luka yang gadis itu miliki masih belum sepenuhnya sembuh. Desiran angin menerpa setiap helai rambut Fayolla, hingga beberapa dari mereka menutupi sebagian wajahnya.
Regan menyalipkan beberapa helai rambut tersebut, dapat ia lihat dengan jelas wajah cantik Fayolla, biasanya gadis itu akan memakai make up yang tipis agar terlihat sedikit lebih segar. Namun, tidak dengan hari ini, wajahnya tampak bersih tidak ada sedikit pun make up yang menempel pada wajahnya, termasuk lipstik.
Gadis itu mengerang, ketika sinar matahari perlahan mulai menyoroti wajahnya. Fayolla membuka matanya perlahan, lalu ia tersadar ... sejak kapan dirinya ada di rooftop?
Dia merasakan tangannya menggenggam sesuatu. Dilihatnya benda tersebut, lagi dan lagi itu adalah rokok, seketika Fayolla pun membenarkan posisinya, gadis itu berdiri. Lalu ia berbalik, di sana terdapat Regan yang kini sedang menatapnya dengan tatapan bingung.
"Kenapa?" tanya Regan santai, ia menyadari ada pergerakan aneh dari gadis di sampingnya itu.
"Cari korek?" tanyanya lagi. Dahi Fayolla mengernyit, untuk apa dirinya mencari benda tersebut.
"Buat apa?" Kini, giliran gadis itu yang bertanya. Regan bisa merasakan perubahan Fayolla, mulai dari nada bicara dan tatapan matanya itu menunjukan bahwa dia adalah Fayolla yang Regan kenal.
"Jangan bilang lo lihat semuanya, Re?" tanya Fayolla, gadis itu berharap Regan menggelengkan kepala—mengatakan bahwa laki-laki itu tak melihat sisi anehnya. Namun, jawaban Regan tak sesuai dengan apa yang diharapkannya.
"Gue cuma liat lo ngerokok, dan beberapa sisi keanehan lo," jawab Regan dengan santai. Namun, jawaban itu membuat Fayolla memukul kepalanya, merutuki dirinya yang amat sangat bodoh. Kegiatan tersebut berhasil menarik perhatian Regan, karena gadis itu memukul dengan cukup keras.
Tanpa Regan sadari, air mata mulai menetes dari pelupuk mata gadis itu. Fayolla yang Regan kenal itu memang mudah menangis, tidak seperti Fayolla beberapa hari terakhir ini yang memiliki karakter berbanding terbalik.
Beberapa menit setelahnya, Regan samar-samar mendengar isak tangis, lalu laki-laki itu pun menoleh—menatap Fayolla yang saat ini tengah menundukkan kepalanya.
"Lo nangis, Fay?"
"Lo bisa pergi dari sini gak, Re? Gue gak mau lo lihat gue dalam keadaan kayak gini."
"Sebenarnya ada apa sama lo?" tanya Regan, yang mendapat gelengan dari Fayolla.
Semakin Regan mengenal gadis itu, semakin banyak fakta aneh yang ia dapat. Di mata Regan, Fayolla itu seperti puzzle, Regan harus menyusunnya terlebih dulu agar ia bisa mendapatkan jawaban dari setiap pertanyaan yang ia miliki terhadap gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome! [END]
Ficção Adolescente"Memangnya kenapa kalo lo hidup di antara hitam dan putih? Lo cuma perlu mewarnainya, jangan malah menjadikannya abu-abu." - Regan Adelio Abian Di saat semua anak perempuan menganggap ayah adalah cinta pertamanya, tetapi tidak untuk Fayolla. Banyak...