Sepasang mata menatap sendu untuk yang sekian kalinya, tak ada kata lelah baginya untuk berdoa di setiap waktu, bahkan detik sekalipun, kesadaran sang anak sangat-sangat dinanti olehnya. Putri kesayangan yang saat ini berada diambang antara hidup dan mati. Lagi dan lagi, air mata menerobos dinding pertahanannya, sudah hampir satu setengah tahun lamanya sang anak masih berbaring lemas tak berdaya, tanpa respons apa pun.
Kecelakaan itu membuat otaknya mengalami cedera hebat, hingga mengalami koma jangka panjang. Dia sudah berjuang untuk hidupnya, tetapi sampai detik ini tidak ada tanda-tanda bahwa keadaannya akan membaik. Jika dilihat, keadaannya seperti orang yang baik-baik saja, dia seperti sedang tertidur pulas. Namun, bagaimanapun seseorang berusaha membangunkannya, itu tidak akan berpengaruh bahkan dengan cara yang paling menyakitkan sekalipun.
"Hari ini, kamu ulang tahun, Sayang. Mama bawain kue sama lilin, berharap kalau kamu bisa meniupnya seperti beberapa tahun yang lalu," ucap wanita paruh baya itu. Ia menitikkan air matanya—sangat sakit melihat putri semata wayangnya yang tak bisa memberikannya respons apa pun.
Wanita tua itu mengecup dahi sang anak, penuh kasih sayang dan juga harapan. Bahkan, sampai saat ini pun ia masih menyimpan banyak harapan untuk kesembuhan Aluna-anaknya.
"Hari ini, hanya ada Mama. Papa sedang dinas ke luar kota," ucapnya lagi, meski ia tahu semua perkataannya tidak akan mendapatkan respons apa pun.
Beberapa saat kemudian, pintu ruangan terbuka. Menampilkan seorang laki-laki berkulit putih dengan kemeja coklatnya, dia membawa buket bunga dan juga satu buah kado kecil, laki-laki itu tersenyum menyapa.
"Aku telat, Tan." Dia bersuara seraya mencium tangan wanita yang baru saja dia panggil dengan panggilan Tante.
"Nggak papa, tante ngerti. Kalau gitu, tante keluar dulu, ya."
Wanita itu memberikan privasi untuk laki-laki yang sudah dikenalnya selama beberapa tahun terakhir . Laki-laki yang dikenal baik oleh sang anak, atau bisa dibilang dialah laki-laki yang masih setia mecintai putrinya, meski dalam keadaan koma sekalipun.
"Selamat ulang tahun, Al." Laki-laki itu mengusap kepala gadis di hadapannya, menatapnya dengan lekat.
"Aku bawa kado lagi, ini kado kedua yang belum kamu buka. Enggak penasaran sama isinya?" tanyanya retoris.
Ia duduk di kursi yang berada di samping tempat tidur Aluna-kekasihnya. Menggenggam erat jemari gadis itu, rasanya hampa setiap kali memandang wajahnya yang pucat, tidak ada senyuman yang terukir. Kapan dia akan siuman, setelah satu setengah tahun lamanya ia menunggu, berharap ada secercah harapan untuk Aluna kembali sembuh.
"Aku banyak bersyukur, ketika Tuhan ngasih kesempatan buat kamu untuk bertahan, sekalipun kamu dalam keadaan koma. Tapi, apa kamu nggak mau buka mata kamu? Mau diemin aku sampai kapan? Mau bikin aku nunggu berapa lama lagi, Luna?"
Tanpa sadar, air mata menerobos begitu saja. Tidak ada air mata yang tak jatuh ketika melihatnya, melihat gadis yang sudah berjuang keras untuk mempertahankan apa yang seharusnya ia pertahankan. Namun, siapa yang tahu, jika pertahanannya justru mencelakai dirinya sendiri.
Sebuah tangan mengusap pundaknya dengan lembut, mata merahnya melihat ke arah orang tersebut. Lalu, dengan cepat ia menghapus cairan bening itu.
"Harapan untuk Aluna sembuh mungkin hanya tiga puluh persen. Tante rasa ini bukan suatu hal yang mudah untuk kamu lewati. Apa yang Tante, Om, dan kamu tunggu gak akan membuahkan hasil, peluang untuk kecewa akan sangat besar."
![](https://img.wattpad.com/cover/297333973-288-k742064.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome! [END]
Teen Fiction"Memangnya kenapa kalo lo hidup di antara hitam dan putih? Lo cuma perlu mewarnainya, jangan malah menjadikannya abu-abu." - Regan Adelio Abian Di saat semua anak perempuan menganggap ayah adalah cinta pertamanya, tetapi tidak untuk Fayolla. Banyak...