Sorak-sorai terdengar dari beberapa murid—senang karena jam pelajaran matematika hari ini telah usai. Namun, dibalik itu semua mereka masih tidak percaya kepada Fayolla yang berhasil menjawab semua soal tersebut, termasuk Gea.
Disaat semua murid sibuk mewawancarai Fayolla, lain halnya dengan Regan yang terlihat biasa saja. Karena laki-laki itu tahu, ada identitas lain di dalam tubuh gadis itu—kemungkinan besar tubuhnya sedang dikuasai oleh alter tersebut.
Namun, kali ini dapat Regan lihat, tidak ada perubahan yang menonjol dari gadis itu, kecuali saat menjawab beberapa soal tadi. Berbeda dengan beberapa hari lalu yang terlihat jelas akan perubahannya. Mungkinkah Fayolla itu memang pintar hanya saja gadis itu malas untuk belajar?
Entahlah, Regan tidak tahu.
"Bisa gak, sih, gak usah pada lebay!" teriak Elle menggema di seluruh sudut ruangan. Iri karena Fayolla kembali menarik perhatian teman sekelasnya.
"Bisa gak, sih, mulut lo dibisuin? Berisik!" jawab Gea kesal.
"Mulut lo semua yang berisik!" teriak Elle dengan mata yang mendelik, tidak suka.
Fayolla menatap Elle, murid yang menyadari tatapan Fayolla pun mulai berbisik satu sama lain. Beberapa detik kemudian Fayolla melempar Elle dengan pena miliknya, membuat gadis itu meringis—menatap Fayolla setengah emosi.
"Sekali lagi lo ngomong, gue lempar buku paket ini ke muka lo!" pekiknya Fayolla penuh peringatan.
"Lo berdua kenapa, sih, ribut mulu?" tanya Tasya—teman sebangku Elle.
"Tanya sama temen sebangku lo, kenapa nyari gara-gara mulu!" Bukan Fayolla yang menjawab, melainkan Gea.
Tasya tak menjawab, karena gadis itu tak memihak siapa pun, meskipun Elle teman sebangkunya. Namun, ia tak bisa membenarkan perlakuan Elle yang selalu mengganggu Fayolla.
Sepuluh menit sudah berlalu, tidak ada tanda-tanda bahwa guru akan datang. Entah, terlambat atau memang tidak akan masuk, yang jelas mereka menikmati waktu luang ini—sayang jika harus menyia-nyiakannya.
"Re akhir-akhir ini lo bareng Fayolla terus. Lo dapet informasi apa tentang dia?" tanya Reksa, karena semakin laki-laki itu perhatikan, Fayolla semakin aneh.
"Gak ada, tuh," jawab Regan, tak ingin memberitahu yang sebenarnya.
"Gue tahu lo boong, Re." Revano bersuara.
"Gue gak bisa jawab, karena puzzle itu belum sepenuhnya tersusun."
Ucapan Regan langsung dimengerti oleh ketiga temannya, karena mereka mengartikan bahwa Fayolla adalah puzzle. Maka dari itu, jika mereka ingin menemukan jawabannya, mereka harus menyusun terlebih dulu puzzle tersebut.
"Liat dia!"
Ketiga temannya itu pun langsung mengikuti ke mana perginya arah pandang mata Regan. "Gue yakin dia pasti gak ingat sama apa yang udah terjadi," terang Regan kepada teman-temannya.
"Maksud lo?" tanya Radit—masih memperhatikan Fayolla yang baru saja selesai melepas ikat rambut dan juga kacamatanya.
Sebenarnya, Regan ingin memberitahu ketiga temannya itu tentang penyakit yang diidap Fayolla. Memberitahu mereka, bukan karena Regan yang tidak bisa menjaga rahasia, tetapi laki-laki itu hanya tidak mau jika ketiga temannya itu terus berasumsi bahwa Fayolla aneh atau gila—seperti yang diucapkan Reksa beberapa hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome! [END]
Dla nastolatków"Memangnya kenapa kalo lo hidup di antara hitam dan putih? Lo cuma perlu mewarnainya, jangan malah menjadikannya abu-abu." - Regan Adelio Abian Di saat semua anak perempuan menganggap ayah adalah cinta pertamanya, tetapi tidak untuk Fayolla. Banyak...