Chapter 42 - Beginning to the End!

175 7 0
                                    

"Kurasa aku akan baik-baik saja, karena aku tahu kepergian bukanlah akhir dari segalanya."

***


Beberapa hari telah berlalu, keadaan Fayolla sudah semakin membaik. Dia sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasanya, tetapi gadis itu masih enggan untuk pergi bersekolah. Dia takut, takut ketika satu sekolah akan mengguncang kembali mentalnya, dan Fayolla tidak siap untuk menerima perlakuan buruk itu, lagi.

Cukup satu kali seumur hidup, jangan ada kata lain kali lagi.

"Selamat pagi." Seorang laki-laki tersenyum lebar di ambang pintu kamarnya, akhir-akhir ini dia selalu datang membawa beberapa coklat dan juga bunga, bahkan boneka.

Dia meliriknya sekilas, lalu melempar kembali pandangannya ke arah lain. "Ngapain, sih, Re? Nggak bosen emang?" ujar Fayolla tanpa menatap wajah laki-laki itu.

"Anak-anak pada nanyain kamu. Kapan mau masuk sekolah?" tanya Regan, lalu ia duduk di samping Fayolla.

"Aku udah memutuskan untuk homeschooling aja."

"Serius?"

Fayolla mengangguk dengan mantap. Ya, sepertinya homeschooling memang keputusan yang terbaik untuk gadis itu. Namun, lain halnya dengan Regan yang merasa sedikit kecewa dengan keputusan Fayolla.

"Aku capek."

Regan mengacak rambut Fayolla, lalu tersenyum tipis. Jika memang keinginannya seperti itu, suka tak suka Regan harus mendukung apa pun keputusan Fayolla. Karena jika Regan memaksa Fayolla untuk tetap bersekolah, sama saja seperti membiarkan gadis itu terus terluka.

"Kaki kamu bisa jalan?" tanya Regan dengan serius.

"Bisa dong, Re. Memangnya kaki aku kenapa?"

"Kalo gitu, bisa gak jalan sama aku?"

Fayolla tertawa kecil, laki-laki itu selalu bisa membuatnya tersenyum. Semakin hari, ia semakin sadar bahwa Regan adalah obat yang sebenarnya. Namun, hanya karena kisah kelam yang dimilikinya, membuat gadis itu terus menyangkal bahwa Regan bukanlah obat melainkan luka-agar ia tak mencintai terlalu dalam, dan tetap berada dalam batas yang sewajarnya.

"Regan?" panggil Fayolla, laki-laki itu pun menoleh dengan satu alis yang terangkat.

Saat ini, mereka sedang berada di sebuah taman-setelah beberapa jam yang lalu mereka habiskan untuk berkeliling, menonton bioskop, hingga berkunjung ke pemakaman Gea.

"Kenapa, Fay?"

"Makasih, ya, Re. Makasih buat semuanya," ucapnya.

"Karena kamu, sekarang aku udah mulai bisa nerima apa yang dulu gak bisa aku terima. Jangan berubah, jangan jadi orang jahat. Dunia butuh orang baik seperti kamu."

"Kalau dunia butuh orang baik seperti aku. Kamu tau apa yang aku butuhkan?" tanya Regan, Fayolla pun menggeleng.

"Aku butuh kamu, aku mau kamu bahagia. Terus bertahan, sekalipun dunia sedang tidak baik-baik saja, Fayolla."

"Janji sama aku, Fay."

"Aku akan berusaha."

***

Fayolla membanting pintu kamar dengan keras, memasuki kamar mandi dan mengunci dirinya dari dalam. Kini, iris coklat Fayolla terus memandangi sebuah benda-suntikan-yang saat ini berada dalam genggamannya. Semua rencana sudah ia susun dari jauh-jauh hari dan mungkin hari ini adalah saatnya. Saat di mana ia harus mengakhiri semua kegilaan ini.

"Lo gak boleh bahagia, Fayolla!"

"Gue gak mau lo bahagia!" teriaknya lagi.

"Gue minta stop! Jangan kayak gini." Laki-laki itu berteriak, seraya menjambak rambutnya dengan frustrasi.

Monochrome! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang