EDREA mundar mandir di depan pintu bilik Ezhar. Saat ini Ezhar tengah diperiksa oleh doktor. Edrea risau akan Ezhar. Ketika pintu bilik Ezhar terbuka gadis itu dengan sangat cepat menghampiri sang doktor yang menatapnya dengan sebuah senyuman yang manis. Edrea hanya tersenyum sedikit.
"Bagaimana keadaannya dok?" Tanya Edrea.
Doktor itu tersenyum. "Abang kamu cuma kekurangan air dalam badan dan gastriknya kambu."
"Apa saya boleh masuk?" Tanya Edrea.
"Boleh. Tapi pesakit masih dalam keadaan tidak sedarkan diri, jadi cik......"
"Edrea. Just call me Edrea."
"Miss Edrea jangan ganggu pesakit dulu. Kalau begitu saya pergi dulu." Edrea mengangguk.
Setelah doktor itu pergi dari hadapannya, Edrea segera masuk ke dalam bilik Ezhar. Tatapan matanya tertuju ke arah Ezhar yang terbaring lemah. Airmata Edrea mengalir. Dengan langkah yang sangat perlahan gadis itu berjalan menuju ke arah Ezhar.
"Awak bangun please...hiks....."
Edrea duduk berlutut di tepi katil lalu mengenggam tangan Ezhar dengan sangat perlahan. Dengan sangat lembut Edrea membelai wajah kacak Ezhar. Ini adalah kali kedua Ezhar membuat Edrea takut kehilangannya. Yang pertama kejadian beberapa hari lalu itu, yang kedua hari ini. Jujur hingga saat ini Edrea masih mencari para samseng jalanan itu. Mereka sangat berani melukai lelakinya.
Tangan Edrea digenggam kuat. Dengan sangat cepat Edrea mengelap airmatanya. Lalu matanya menatap sayu wajah Ezhar.
Edrea tersenyum." Awak dah bangun?"
Ezhar menutup matanya sekejap untuk menyesuaikan cahaya dalam biliknya. Ezhar tidak mampu mendengar apa yang dikatakan oleh Edrea.
Mata Ezhar tertuju ke arah alat pendengarnya. Ingin digapai tapi tangannya tidak sampai lagipula tenaganya belum pulih sepenuhnya.
Edrea menghalang Ezhar dari mengambil alat itu.
Edrea menggunakan bahasa isyarat.
"I have something to tell you. But i dont let you hear it." Kening Ezhar berkerut.
Hanya itu. Selepas itu, Edrea tidak lagi menggunakan bahasa isyarat.
Airmata Edrea mengalir. Ezhar yang tidak sanggup melihat airmatanya mengalir segera mendekatkan jari nya ke wajah Edrea tapi Edrea menjauh. Gadis itu tidak membenarkan Ezhar mengelap airmatanya. Biarlah sekali ini saja Ezhar melihat sisi lemah seorang pembunuhan upahan sepertinya.
"I love you. I love you very much. I know its to late but i dont want to lose the chance to confess my feeling to you."
Ezhar hanya mampu diam.
"Untuk sekarang ni aku tak nak kau dengar apa yang aku katakan. Aku takut kau akan mengejek ku kerna aku kalah dalam permainan ini. Kebencian itu membawa ku kepada cinta yang tidak pernah aku sangka."
"Aku akan simpan cinta ini atau aku harus hapus cinta ini agar ianya tidak mekar. Kita tidak akan bisa bersama takkan pernah bersama" airmata Edrea mengalir.
"Izinkan aku guna alat pendengar ku." Edrea menggeleng tidak membenarkan Ezhar menggunakan alat itu.
Edrea mendekat ke arah Ezhar sangat perlahan hingga bibirnya bertemu dengan bibir Ezhar.
Hanya beberapa detik, matanya mereka kembali bertembung.
"Maybe.....that my last kiss"
"Aku mau pakai alat tu!" Desak Ezhar.