Chapter 4

14.8K 1K 6
                                    

{Happy Reading}

Setelah mengisi ceramah di masjid, gus Afnan dan kyai Khazem segera kembali ke ndalem menemui umi, Adiba.

Gus Afnan dan kyai Khazem langsung duduk setelah mengucapkan salam dan sudah dijawab oleh orang orang yang berada dindalem.

"Ada apa umi"tanyanya the to poin

Adiba yang baru saja datang membawa minum untuk putra serta suaminya menghela napas pelan

"Sabar Nan, umi belum duduk"

Adiba duduk disamping kyai Khazem, sedangkan gus Afnan duduk di soffa single.

"Nikah kapan? "ucap Adiba the to poin

Gus Afnan yang tengah minum air tersedak mendengar ucapan Adiba

"Nikah? "

"Iya, kapan kamu menikah Afnan? "

"Saya masih kuliah mi"

"Toh bentar lagi lulus, makanya sebelum lulus kamu segera menikah supaya ada istri yang nemenin kamu wisuda"

Gus Afnan menatap abinya, mengkode untuk membantu nya menyelesaikan obrolan ini.

"Afnan masih muda Dib"ucap kyai Khazem

"Nikah muda lebih bagus abi! "

"Memang bagus, tapi umur saya masih 21 tahun mi"

Adiba tampak menghela napas berat,ia menatap putra dan suaminya.

"Umi jodohin mau? "

Gus Afnan langsung menatap uminya "Tidak! "

"Kenapa kamu gak mau nikah Nan? Umi jodohin ya sama ning atau ustadzah yang ada disini? "

"Bukannya gak mau menikah umi, Saya masih sangat muda untuk membina tumah tangga"

"Afnan gak mau kabulin permintaan umi? "tanya Adiba lirih

"Abi"ucap gus Afnan meminta bantuan

Kyai Khazem memegang pundak istrinya

"Jangan terlalu mendesak Afnan untuk segera menikah Adiba, akan ada saat nya dia akan menikah dengan perempuan yang dicintainya "

"Memangnya kenapa kamu ingin cepat cepat Afnan menikah hm? "

"Mau gendong cucu"cicit Adiba

Mata gus Afnan membola kaget, oh ayolah dirinya saja belum siap menjadi suami dan.. Uminya ingin segera memiliki cucu? Yang benar saja!

Kyai Khazem terkekeh kecil ia menatap putra sulunya dengan tatapan menggoda.

"Duh gimana nih Nan? Umi mu mau cucu loh"ucap kyai Khazem tersenyum ejek

"Saya saja belum siap menikah,umi saya mau cucu"

...

Sedangkan diasrama putri, Nasya dan ketiga temannya menikmati seblak yang sudah tidak panas lagi, namun tidak mengurangi rasa sedapnya seblak.

Wajah Nasya memerah karena pedas

"Ya Allah ning, kamu ngasih level pedasnya berapa?pedas banget "ucap Nasya mengibas ngibaskan wajahnya dengan tangan

"Level 5"

Nasya melotot ke arah ning Aira "Level 5?"diangguki santai ning Aira

"Pantes pedes banget"

"Iya nih ning, saya juga kepedesan huh, huh"ucap Laisa

"Pedas? Biasa aja ya gak Ai"ucap nung

"Iya, kurang pedas malah"

"Dasar makan saja sana cabe yang dindalem biar pedas"ucap Nasya ketus

"Jangan marah lah, aku kan gak tau kalo kalian kurang suka makanan pedas"

"Bukannya kurang suka ning tapi ini pedas sekali"ucap Laisa

Ning Aira mengedikan bahunya acuh dan kembali menikmati sisa seblaknya.

"Tadi gus Afnan ya? "tanya Nasya

Ketiga saling pandang, kemudian tersenyum penuh arti

"Suka ya? "

Nasya mencibir ketiganya "Enggak! Emangnya kalo nanyain seseorang dianggap suka?"

"Tidak juga, tapi siapa tau kamu cinta gitu sama gus Afnan ditambah gus Afnan masih muda beda satu dua tahun aja sama kita"

"Oh ya?eh kamu kuliah semester berapa ning"

"5 tapi kayaknya aku mau berhenti aja"

"Kenapa? "tanya ketiganya

"Capek gak kuat saya teh"

"Jangan gitu lah ning, orangtua kamu juga susah payah buat nyari nafkah buat kamu dan kakakmu"ucap Nasya

Ning Aira membereskan sisa makanannya "Gimana ya? Capek tapi sayang juga udah semester 5"

"Nah itu! Yang sabar ya,kalo ada tugas kuliah kamu bisa minta bantuan kita ya gak? " ucap Aisyah diangguki keduanya

"Makasih semua, eh jangan panggil saya ning dong"

"Gak sopan dong"

"Ck! Kalian manggilnya pas ada kita berempat aja"

"Siaplah! "

Jangan lupa vote+komen!

Jazakallahu khair
See you next chapter.

Afnan Al-FariziTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang