"Kak Haikal, Naya!" panggil seseorang yang menginterupsi kami berdua,
Orang itu menghampiri kami, dan terlihat seorang perempuan dengan rambut emasnya yang sedang berjalan menuju meja kami. Betul, perempuan itu adalah Ivana.
"Kalian di sini juga?" tanyanya,
"Iya kita abis main di sana. Lo kesini sama siapa?" tanyaku balik,
"Oh gue sama papa, tapi dia lagi di toilet makanya gue bisa nemuin kalian" jawabnya dengan tertawa kecil.
Aku menjawabnya dengan anggukan kepala, begitupun dengan Kak Haikal.
Aku menyuruh Ivana untuk duduk dan memulai berbincang bincang seperti biasa saat kami di sekolah. Hingga tak lama kemudian seorang lelaki dengan tubuh besar menghampiri kami bertiga,
"Ivana, ayo" ucap lelaki itu dengan suara baritonnya,
"Oh, Papa!" seru Ivana dengan mendirikan tubuhnya dan berjalan menuju ayahnya.
Wah, auranya jahat sekali.
"Papa, kenalin dua teman sekolah Ivana. Dia, Naya, Dan dia kakak kelas Ivana, Haikal namanya" tunjuk Ivana kepada papanya.
Sepertinya aku mengenali wajah dari ayah Ivana, namun aku tidak ingat sama sekali wajah itu aku lihat di mana.
Aku tersenyum sembari menyodorkan tanganku, berniat untuk salim namun ayah Ivana tidak menggubris dan hanya tersenyum. Wah beneran jahat ni bapak bapak.
"Oh, maaf Nay. Papa engga suka jabat tangan" ucap Ivana yang aku jawab anggukan kepala.
"Nama kamu Naya?" tanya Ayah Ivana,
"Betul, om"
"Ivana Ilaria?" tanyanya lagi yang membuatku tercengang. Bagaimana ia bisa tahu nama panjangku?
"Om tau dari mana?" tanyaku balik, mengingat Ivana tidak menyebut nama panjangku saat memperkenalkan ke ayahnya.
"I-ivana selalu sebut kamu di setiap ceritanya" jawab ayahnya dengan sedikit gelisah,
"Oh Pah, Mama udah sampe di bawah nih. Nay, Kak kita duluan ya!" seru Ivana tergesa - gesa lalu membawa ayahnya pergi dari meja kami.
Tingkahnya sedikit aneh. Aku seperti melihat seseorang di masalalu yang tidak bisa aku ingat siapa. Bentuk wajah dan tubuhnya sangat mirip, logat bicara juga sangat mirip dengan seseorang tetapi aku tidak tahu siapa itu.
"You okay?" aku tesenyum dan menganggukan kepalaku,
"Makan yuk, keburu dingin" ucap Haikal lalu memakan sate pesannya.
Setelah selesai makan, kami berdua hanya memutari mall dan berbelanja hingga larut dan segera pulang. Tentu Hikal mengantarku ke rumah Bibi.
Saat mobil Haikal memasuki perkarangan rumah Bibi, sudah terlihat lelaki yang sedang duduk di bangku taman yang di temani headphone dan ponselnya. Iya, yang di sana adalah Bang Dipta.
"Turun gih, abang kamu udah nungguin" ucap Haikal menarik rem tangan mobilnya. Aku tersenyum dan membuka pintu mobil Haikal, "Sampai jumpa!" seruku lalu berlari menuju Bang Dipta yang sedang mendengarkan musik.
Dua hari kemudian, hari senin dan juga hari yang paling banyak di benci oleh seluruh murid di sekolahku. Iya, karena hari pertama ini juga hari setan di mana harus melakukan upacara dan langsung di sambut oleh mata pelajaran kimia, matematika, fisika dan kawan kawannya.
Aku memasuki kelasku dengan muka lesu. Hari ini aku berangkat dengan Bang Dipta. Haikal tidak bisa mengantarkan aku. Di tambah juga hari ini Bang Dipta telat bangun. Untung saja rumah Bibi dengan sekolah tidak terlalu banyak memakan waktu.
"Tumben agak telat" Kato menarik bangku yang ada di depanku dan menghadapkannya ke arahku.
"Bang Dipta telat bangun. Mana mandinya lama banget" ketusku.
"Udah liat twitter belom?" tanya Kato sembari mengeluarkan ponselnya dan menunjukannya.
"Hebat, baru beberapa hari pacaran udah punya paparazi" Kato bergumam dan memainkan ponselku,
Oh jadi ini alasan kenapa anak - anak sekolah menatapku sinis saat aku keluar dari mobil Bang Dipta?
Alasannya karena fotoku saat jalan berdua dengan Haikal pada hari sabtu kemarin, terserbar oleh kakak kelas yang ada di sana juga. Isi komennya juga tidak mengenakan.
"Jahat banget" gumamku lalu memberikan ponsel Kato kepada pemiliknya dan mengambil ponselku yang ada di tangan Kato.
"Fansnya serem - serem, kan?" tanya sahabatku itu, dan aku menyetujuinya.
"Banget. Dah yok ah ke lapangan. Udah di panggilin" ajakku dan segera menuju lapangan untuk memulai upacara.
Selama 30 menit upacara berlangsung, aku mencari batang hidung Haikal yang tidak terlihat sama sekali hingga saat kepala sekolah memulai memberikan amanahnya, sekelompok anak lelaki memasuki lapangan beserta guru piket di depannya.
Ya siapa lagi kalau bukan pentolan sekolah ini. Geng Haikal, Hasbi, Alva dan juga Henry. Mereka berempat bersama dengan Pak Rudy menghampiri kepala sekolah dan terlihat Pak Rudy berbicara dengan kepala sekolah.
Tak lama kemudian, geng Haikal diberdirikan di tengah tengah lapangan dan kepala sekolah memulai kembali amanahnya.
"Kalian lihat empat orang ini?" tanya kepala sekolah yang di angguki oleh seluruh murid,
"Keempat anak ini ketahuan telat. dan bukan itu juga, mereka ketahuan merokok di warteg belakang sekolah. Apa itu perbuatan yang layak untuk anak seumuran kalian? tentu tidak--" lanjut kepala sekolah hingga menyelesaikan amanahnya.
Lima menit setelahnya, upacara telah selesai dan seluruh murid juga sudah masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Aku dan Kato tidak langsung masuk ke kelas begitu saja. Aku menuju toilet dengan membawa pouch makeup Kato. Iya, cewe itu mau membenarkan makeupnya karena terkena keringat.
Aku menunggu Kato di luar toilet di karenakan toilet itu sudah penuh dengan murid yang melakukan hal sama dengan Kato. Saat aku menunggunya, segerombolan kakak kelas menghampiriku dan menarik tanganku menuju taman belakang sekolah dan melemparku begitu saja hingga lututku mencium batu yang tajam.
"Lo kita diemin kok malah makin berani, sih"
gimana gimana, sukak nggak?
semoga sukak ya xixi
KAMU SEDANG MEMBACA
Twice (END)
Teen FictionNaya mencoba untuk mencari tahu kebenaran tentang kematian kedua orang tuanya. Namun dirinya tidak bisa melangkah lebih dikarenakan penyakit yang ia punya. Apakah Naya bisa menyelesaikannya? Bagaimana dengan percintaan dimasa remajanya? Dan bagaiman...