3.3

47 7 0
                                    

"Wah, ponakan paman sudah pulang ternyata. Apa kabar, sayang?" sapa orang itu dengan senyuman sumringahnya. 

Aku terpenjat kaget melihat siapa orang yang datang. Ia adalah pamanku, suami dari Bibi Maria. Aku tidak mengetahui nama panjangnya, tetapi aku dan ketiga abangku sering memanggilnya dengan panggilan Paman Jaka. 

"Paman Jaka?!" seruku dan memeluk dirinya. Ia membalas pelukanku. 

"Paman kenapa jarang pulang, sih? Naya kangen tahu!" cetusku melepas pelukannya. 

Ia tertawa kecil, lalu mengusap kepalaku. "Ada beberapa urusan di Inggris, makanya baru bisa balik sekarang. Kamu baik - baik aja kan, Nak?" tanyanya. 

Aku menjawabnya dengan anggukan kepala. "Paman, mau Naya bikinin teh?" tawarku,

Beliau menggelengkan kepalanya, "Paman harus segera pulang, Nak. Kapan - kapan saja" jawabnya lalu melihat kearah Haikal yang ada di belakangku. Duh, sampai lupa mengenalkan dirinya. 

"Siapa, nak?" tanya paman, 

Aku tersenyum menarik Haikal menuju sampingku. "Ini Haikal, doi Naya." ujarku. Haikal tersenyum kepada Paman dan menyalaminya. 

"Baik-baik sama Naya ya" pesan Paman kepada Haikal. Ia hanya bisa mengangguk dan tersenyum lebar. 

"Kalau gitu, paman pamit ya." pamitnya kepadaku dan Bang Ezra, 

Paman menghampiri Bang ezra, "Jaga baik adik-adikmu. Termasuk Naya" ucapnya lalu menepuk pundak Bang Ezra. Bang Ezra hanya diam mendengar pesan dari paman. 

Paman lalu menghampiriku, dan memelukku sekali lagi. "Jaga diri baik-baik. Paman pulang dulu" ucapnya setelah melepas pelukan itu. 

"Kamu masih tinggal sama Maria 'kan, Naya?" tanya paman lagi sebelum membuka pintu rumah. 

Aku menganggukan kepalaku, "Bagus kalau begitu. Paman pulang dulu, Anak - anak!" serunya membuka pintu dan menghilang dari balik pintu. 

Setelah paman benar benar pergi, Bang Ezra langsung kembali menuju ruangannya tanpa menyambutku. Tumben sekali, biasanya ia terlihat bahagia ketika aku pulang. 

"Kayaknya, Bang Ezra lagi nggak enak badan, deh" gumamku menaruh boneka beruang yang sedari tadi aku pegang ke sofa dan mendudukinya. 

"Kenapa?" tanya Haikal yang ikut duduk di sampingku. 

"Dia langsung pergi waktu paman pergi" jawabku. Haikal menaruh tanganya di kepalaku, lalu megusapnya. 

"Mungkin kecapean. Kamu liat sendiri, beberapa hari ini dia sibuk" ujarnya. Aku hanya bisa mengangguk menuruti perkataannya. 

"Tapi dia siapa, yang?" tanya Haikal. Sebentar, 

"Manggil apa tadi?" tanyaku melihat wajahnya,

"Apa?" tanyanya balik, 

"Tadi, di akhir kalimat, kamu manggil aku apa?" cecarku. Di tertawa mesem, 

"Yang" jawabnya dengan nada kecil, 

"Apa? Nggak kedengeran!" godaku, 

"YAANG!" teriaknya yang membuatku tertawa puas selama dua menit berturut-turut.

"Udah puas?" tanyanya dengan muka kesalnya. 

Aku menghampus air mata yang ada di sudut mata, "Udah, yang" jawabku. Ia menegang.

"Manggil apa, tadi?" 

"Nggak ada pengulangan!" ledekku berlari menuju dapur. 

Haikal mengikutiku sampai dapur. Aku mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih. "Jelasin dulu, tadi paman itu siapa?" tanyanya. Dia sangat penasaran sekali. 

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang