0.7

222 36 3
                                    

"Lo suka ke gallery kan, Nay?" tanya cowo itu sembari fokus menyetir,

"Suka kok, Kak" jawabku yang fokus menatap mobil lain dari jendela.

"Bagus deh, soalnya hari ini ada pameran di gallery nyokap." ujarnya.

Selama perjalanan keadaan mobil sangatlah hening. Hanya ada suara radio dan mesin mobil yang menemani kami berdua. Canggung, dan sangat canggung,

"Sudah sampai" ujar Haikal sembari melepas seatbeltnya. Loh udah sampai?

Aku dan Haikal memasuki gedung bewarna putih dengan desain yang unik. Seluruh bagian depan gedung itu di lapisi oleh kaca, dan bentuknya yang sangat lucu untuk di pandang.

Saat aku memasuki gedung itu, aku langsung di sapa oleh lukisan-lukisan terkenal dengan arti yang sangat mendalam tentunya.

"Selamat datang, Tuan" sapa seseorang karyawan yang menggunakan seragam bewarna hitam dan putih.

"Hari ini, nyonya tidak datang ke gallery, Tuan" ujar orang itu. Wah dia disini di hormati?

"Oh, gue engga mau ketemu nyokap. Tolong ajak gue keliling gallery sama dia" ucap Haikal sembari melangkahkan kakinya. Gila, gak sopan.

Aku di ajak berkeliling gallery lukis milik keluarga Haikal, tentu dengan seorang karyawan yang sedari tadi menjelaskan mengenai makna setiap lukisan kepadaku.

"Dari semua lukisan yang ada disini, cuman lukisan ini yang gue suka" ujarnya ketika kami bertiga berhenti di sebuah stand lukisan yang, abstrak?

"Sukanya karena?" tanyaku. 

"Lo liat deh, garis di lukisan ini kelihatannya membingungkan, bukan?" tanyanya, 

aku menganggukan kepalaku, 

"Coba lo liat sisi yang lain, garis-garis yang lo kira membingungkan ini, mereka menyambung satu sama lainnya, dan jadihlah sebuah jalan yang menghubungkan lukisan ini ke lukisan di sebelahnya, walaupun sedikit rumit, dan berliku. " jelasnya dengan serius, 

"Apa lo tau lukisan ini punya maknanya?" 

Aku menggelengkan kepalaku,

"Lukisan ini mengartikan sebuah kehidupan. Dan jalan ini, ibarat jalan tikus. Jalan yang akan membawa lo menuju jalan yang benar atau jalan yang salah. Garis yang berlika  - liku ini, ibarat kehidupan lo yang kusut dan lo butuh seseorang untuk menuntun lo ke jalan ini" jelasnya lagi, 

"Tapi Kak, garis ini juga ngebawa ke jalan yang warna hitam. Coba lo liat perspektif lain, jalan ini juga bisa jadi bumerang bagi lo maupun gue. Lukisan ini engga seutuhnya tentang kebaikan." jelasku saat melihat garis yang Haikal   tunjukan juga mengarah ke jalan yang bewarna hitam, dan sialnnya itu tidak terlihat jika sekali pandang. 

Haika tertawa kecil sembari mengusap kepalaku, 

"Lo ternyata sadar juga. Ini yang gue suka dengan lukisan ini. Dia, akan terlihat jika lo mandang ini dengan lama dan cermat" ungkapnya sembari tersenyum kepadaku. 

"Lo juga orang pertama yang sadar soal makna lain dari lukisan ini,  Nay"  ungkapnya lalu berjalan menuju lukisan yang lainnya. 

Tak terasa sudah satu jam aku lelaki itu berkeliling gallery milik keluarganya, dan berakhirlah di sebuah food court yang berada di lantai atas gedung ini. 

"Udah jam segini, pasti lo laper, kan?" tanyanya sembari membersihkan meja dengan tisu. 

Tidak, aku tidak lapar. Tapi aku sangat ingin makan. 

"Pesen apapun yang lo mau, biar gue yang bayar" katanya. 

Aku menganggukan kepalaku, lalu berkeliling area food court itu dan akhirnya memilih makan somay dan bakso ikan, Oh, jangan lupa minumnya es jeruk. 

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang