2.9

49 7 0
                                    

Aku mengerjapkan mataku, bau obat yang kuat menusuk indra penciuamnku. Sepertinya aku tahu ini dimana. Aku membuka mataku dengan perlahan, dan hal pertama yang aku lihat adalah langit - langit rumah sakit. Aku menoleh kearah sampingku, dan melihat Kato yang sedang memainkan ponselnya disana. Aku juga melihat Bang Ezra serta Bibi Maria yang sedang berada di samping Bang Jun. Sudah di pastikan aku berada di IGD rumah sakit tempat dimana Bang Jun bekerja. 

"Lo udah sadar, Nay?" tanya Kato. Aku menganggukan kepalaku pelan. 

Kato menghela napas lega, "Tunggu sebentar, gue panggil Bibi" ujarnya lalu meninggalkanku dan menuju tempat Bibi Maria yang sedang mengobrol. 

Aku melihat mereka semua menuju kearahku, Bibi Maria langsung memelukku dan menangis sejadi - jadinya. Aku membalas pelukannya, ia sungguh menyanyangiku. 

"Lo baik-baik aja?" tanya Bang Ezra. Aku menganggukan kepalaku lagi, 

"Kapan oksigennya bisa di lepas, Jun?" tanya Bang Ezra kepada Bang Jun. Seperti yang kalian kehatahui, alasan aku tidak bisa menjawab pertanyaan mereka adalah karena aku memakai masker oksigen yang menyusahkan untuk berbicara. 

"Udah bisa di lepas kok, Bang. Nanti di ganti sama suster ke nasal kanul*" jawabnya, 

(*Nasal Kanul semacam selang oksigen yang di masukan lewat hidung) 

Bang Ezra menganggukan kepalanya, "Nay, gue tinggal sebentar bisa?" tanyanya di depan ranjangku, 

Aku menganggukan kepala, "Ok. Jun, gue titip Bibi sama Naya. Gue tinggal sebentar urus yang disana" ucapnya kepada Bang Juna. Ia menatapku dan berpamitan kepada Bibi serta Kato lalu meninggalkan aku bersama dengan mereka bertiga. 

Sepuluh menit kemudian, masker oksigen yang aku gunakan tadi sudah di gantikan oleh suster dengan selang oksigen yang melewati hidung. Dan sekarang aku sudah bisa berbicara dengan lancar tanpa adanya hambatan sama sekali. 

"Abang tadi mau kemana?" tanyaku kepada Kato, 

Kato menoleh kearahku, "Kantor polisi" jawabnya. Aku hanya menunjukan mimik wajah penasaran, 

"Dipta, Haikal, Henry dan Alva ada disana. Mereka yang nyelamatin lo" jelasnya. Aku menganggukan kepalaku mengerti. Aku sangat ingat betul tendangan maut saat bapak itu mencekikku, aku kenal betul tendangan itu, tendangan maut ala Bang Dipta.  Namun aku tidak mengetahui Haikal dan kawannya akan datang juga. 

Tapi ada satu hal yang membuatku penasaran, "Mereka kenapa bisa tau?" tanyaka kepada Kato. Ia terpenjat kaget lalu tertawa, 

"Sorry, gue yang laporin" jawabnya dengan muka cengengesannya yang ingin aku jitak. 

Tak lama kemudian, seorang suster datang dan memindahkan ranjangku menuju kamar yang sudah di sediakan. Tentu dengan kamar vvip yang tersedia disana.

Setelah itu, semua hening. Bibi Maria bersama dengan Bang Jun entah pergi kemana, Kato tetap berada di sampingku, namun ia asik memainkan ponselnya. Karena tidak ada yang mengasikan di tonton, aku memutuskan untuk memejamkan mata dan tidur saja. 

"Kamu membunuhnya?" tanya seseorang dengan suara berat yang menggema di dalam ruangan itu, 

"Aku tidak sengaja, Arthur" jawab lawan bicaranya dengan muka kusutnya, 

"Tapi dia karyawanku, Marco!" seru pria yang bernama Arthur. Pria yang bernama Marco itu mengganggukan kepalanya. Sepertinya ia tahu yang ia bunuh adalah karyawan dari sahabatnya sendiri. 

"Aku tahu, dan aku benar - benar tidak sengaja. Percayalah kepadaku, Arthur!" 

"Baik aku percaya kepadamu. Kamu membunuhnya seperti apa?" 

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang