2.1

115 18 10
                                    

Perjalanan pulang dari makam sangatlah tidak smooth. Tiba - tiba hujan turun yang mengharuskan aku dan Bang Ezra meneduh di sebuah tempat makan dekat sana. Mataku yang sembab akibat menangis, juga dengan mata abangku yang ikutan sembab dan memerah akibat menangis.

Iya, jangan katakan kami berdua cengeng. Di depan pusaran Ayah dan Bunda. Aku dan Bang Ezra benar benar membuka satu satu isi dalam hati yang terdalam.

Awal mula kejadian kedua orangtuaku meninggal, saat mereka kecelakaan hanya jasad kedua orang tuaku yang di temukan, sementara aku menghilang begitu saja tanpa jejak dan kembali beberapa bulan kemudian tanpa dosa dan tanpa ingatan sepeserpun. Dari itu juga yang membuat ketiga abangku membenci diriku. Aku menghilang tanpa jejak, saat pemakaman aku tidak hadir. Bang Ezra tidak memberikan detail mengapa kedua orangtuaku bisa meninggal, tetapi ia hanya memberikan aku jawaban atas kebenciannya selama ini.

Aku juga memberikan keluhanku kepada mereka. Hampir tujuh tahun lamanya aku berjuang untuk bisa kembali kepada mereka, dengan segala kekurangan yang ada di jantungku. Aku mencoba mengingat kembali ingatan yang hilang namun hasilnya selalu nihil. Aku juga memberikan penjelasan, satu satunya yang membuat denyut jantungku berdegup sangat kencang itu saat mereka bertiga menyumpah serapahi aku dengan perkataannya.

Saat mendengar penjelasanku air mata Bang Ezra langsung terjun begitu saja. Aku juga berkata 'kalau waktu bisa diputar, biar aku saja yang ada di nisan ini, bukan mereka. Setidaknya, aku tidak harus di benci dengan abang.' Saat aku berbicara seperti itu, tangisan Bang Ezra kembali pecah dan langsung memelukku. Untung saja hari ini jantungku baik baik saja.

"Kamu mau makan apa?" tanya Bang Ezra dengan membolak-balikkan buku menu.

"Samain aja" jawabku dengan memainkan ponsel.

Bang Ezra menutup buku menu itu dan memanggil pelayan lalu memesan makan siang hari ini.

Selang beberapa menit setelah memesan, makanan kami berdua akhirnya sampai dan kami berdua menikmati makan siang perdana aku dan Bang Ezra baikan.

Iya, Bang Ezra dan aku memutuskan untuk berbaikan setelah mendengar penjelasanku,

"Bang, jadi kita berdua udah baikan?" tanyaku memastikan,

"Mau marahan terus?" tanyanya balik dan aku tertawa kecil.

"Aku boleh minta permintaan?" tanyaku lagi,

"Apa?"

"Tolong jangan kasih tau ini ke Bang Henry ataupun Bang Alva" pintaku yang membuat lelaki di depanku terpaku,

"Naya engga mau mereka tau dari abang, biar Naya yang kasih tau sendiri" jelasku sembari menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut.

"Kamu masih mau perang dingin sama mereka?" tanyanya,

Aku menelan makananku dan menggelengkan kepala, "Engga. Tapi Naya engga mau mereka tahu tentang penyakit Naya, kelemahan Naya. Terutama Bang Alva."

"Cukup abang yang tau masalah Naya" lanjutku lalu meninum es jeruk yang di pesan Bang Ezra tadi.

"Kalo abang engga turutin permintaan Naya, gimana?"

"Naya ngambek" sahutku dan tertawa.

"Abang turuti. Tapi abang nggak bisa janji ke Naya" ucapnya lalu kembali memakan makanannya.

Aku tersenyum senang karena Bang Ezra menuruti perkataanku dan kembali menikmati makan siang bersama abangku tercinta.

Setelah selesai makan, kami berdua segera menuju kasir dan membayar makanan yang kami makan tadi. Sembari menunggu Bang Ezra bayar, aku memainkan ponselku dan membuka semua pesan yang masuk. Anehnya, pesan yang masuk hari ini melebihi hari biasanya.

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang