Rintik hujan menyiram kota Jakarta pada siang hari ini. Raungan tangisan terdengar di sebelah pusaran gadis cantik. Pakaian putih serta payung yang berjejer satu sama lain di pinggir pusaran gadis mungil itu. Mereka semua tengah mengantar teman, saudara, sahabat yang mereka sayangi menuju atas sana. Mereka semua meraung melihat sedikit demi sedikit peti putih itu masuk kedalam tanah, menyisakan kenangan yang mereka garap selagi gadis itu ada. Gadis cantik yang tersenyum di tidur panjangnya, semakin lama senyman itu hilang di telan tanah yang semakin lama semakin menumpuk. Rintik hujan itu semakin besar menandakan langit juga merasa kehilangan, tangisan demi tangisan terus bersaut sautan, menaburkan bunga di atas pusaran itu, diatas pusaran gadis yang sedang tersenyum bahagia di atas sana bersama dengan kedua orang tuanya.
"Dia beneran nyusul nyokap, bokap" gumam lelaki itu menatap pusaran adiknya yang sudah tertutup oleh taburan bunga dengan kosong. Lelaki lainnya mengampirinya dan mengusap pundaknya dengan pelan,
"Gue bingung harus sampein apa ke Bang Ezra, nanti" ucapnya tanpa menatap adiknya, Alvaro.
"Apa lo tau penyakit Naya, bang?" tanya adiknya juga menatap pusaran adiknya,
"Tau. Tapi dia nggak mau lo tau" jawabnya yang membuat adiknya terdiam,
"Dia sayang sama kita bertiga, asal lo tau itu" ucap Henry dan Alva terdiam. Mereka berdua menatap pusaran yang berada di samping ayahnya dengan nanar, kehilangan adiknya ternyata sangat menyakitkan.
Mereka semua kembali menuju rumahnya masing-masing, menyisakan lima orang yang sedang berkumpul diruang keluarga rumah salah satu di antara mereka.
"Lo tau penyakit dia, Dew?" tanya lelaki tampan memakai baju hitam,
Orang yang ia tanya menganggukan kepala, "Gue dan Kato tau semua." jawabnya,
"Kenapa lo nggak ngasih tau kita? Kenapa hanya gue dan pacarnya sendiri nggak mengetahui penyakit dia?" tanya Alva membabi buta,
Kato menghapus air matanya, "Karena dia nggak mau lo berubah karena penyakit dia. Dan lo Haikal, dia nggak mau lo tau karena takut dia akan ninggalin lo seperti saat ini. Lo tau seberapa besar sayang dia ke lo? Besar, sangat besar" ucap Kato,
"Kalau lo tau dia punya penyakit yang fatal, kenapa nggak nemenin dia di hari terakhirnya? Kenapa lo yang malah ngebuat dia down, Kat?" tanya Alva,
"Gue balik tanya, kenapa lo ngebuang dia begitu aja? Kalo dia nggak denger percakapan lo sama kedua abang lo, dia nggak mungkin seperti ini. Dia nggak mungkin meninggal, Alvaro!" cecer Kato,
"Dan asal lo tau, Gue dan Naya sudah damai sehari sebelum dia pulang ke rumah lo." lanjutnya,
"Kalian semua bisa diem? Dia udah tenang disana. Nggak usah ungkit masa lalu. Kalian kemana aja saat dia membutuhkan kalian? KALIAN DIMANA AJA?!" teriak lelaki yang bernama Haikal mengusap wajahnya dengan kasar,
"Apa gue akan senang mendapatkan predikat penyelamat ketika pacar gue tiada? Kalian baru marah ketika dia tiada, kemana aja kalian saat dia ada? Sibuk memikirkan diri masing - masing?" tanyanya yang membungkam anak - anak itu,
"Apa kalian tau perjuangan apa yang dia lakukan hanya untuk menyelamatkan harta kedua orang tuanya? Harta itu untuk kalian, tetapi apa yang dia dapat dari kalian? nothing" marahnya lalu pergi meninggalkan temannya menuju taman yang sempat mereka kunjungi bersama.
Lelaki itu melangkah masuk kedalam taman dan menuju sebuah pohon yang sudah di tumbuhi lumut. Lelaki itu mengusap lumut yang ada pada batang pohon itu dan terpampanglah sebuah ukiran yang tidak hilang.
Lelaki itu menatap ukiran yang pernah di ukir oleh pacarnya beberapa tahun yang lalu, dan ternyata ukiran itu tidaklah hilang di makan waktu. Hanya lumut yang tubuh dari batang pohon tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twice (END)
Teen FictionNaya mencoba untuk mencari tahu kebenaran tentang kematian kedua orang tuanya. Namun dirinya tidak bisa melangkah lebih dikarenakan penyakit yang ia punya. Apakah Naya bisa menyelesaikannya? Bagaimana dengan percintaan dimasa remajanya? Dan bagaiman...