3.0

53 8 2
                                    

Aku membuka mataku, rasanya tidak nyaman sama sekali padahal aku merasa hanya tidur yang lama dan tidak ada yang membangunkan diriku. Aku melihat ke arah jam dinding, sudah menunjukan pukul 12 malam. Sepertinya banyak yang aku terlewatkan, dan mengapa ada seorang yang tidak aku kenal datang ke kamarku?

"Lo udah bangun, Nay?" tanya Kato menghampiri diriku. Aku menganggukan kepala dan terus melihat ke arah perempuan yang berjalan menuju ranjangku.

"Oh, ini Kak Nadya, psikolog yang akan menangani mental lo." jelas Kato.

Aku menyeritkan alisku, "Mental gue kenapa?" tanyaku polos,

"Lo engga inget yang tadi lo lakuin ke gue, Nay?" tanyanya. Aku menggelengkan kepalaku. Ini kenapa ada apa sih sebenarnya?

"Gue emang ngelakuin apa emang? Kan dari tadi gue tidur" ujarku polos, Kato menghela napas lalu pergi meninggalkan aku berdua dengan Kak Nadya.

Kak Nadya mengambil kursi yang tadi di duduki oleh Kato dan mendudukinya tepat di samping diriku. Aku mencoba tidak melihat mata Kak Nadya, namun tidak bisa. Ia terlalu mengintimidasi.

"Aku Nadya, pasti kamu sudah tau bukan siapa aku?" tanyanya. Aku menganggukan kepalaku,

"Kamu tahu apa yang kamu lakukan dua jam yang lalu?" tanyanya lagi,

"Tidur" jawabku dengan polos. Kak Nadya tertawa kecil. Ia mengambil tablet yang ada di samping nakasku, lalu memberikan tabletnya kepadaku.

"Ini kamu, dua jam yang lalu" ujarnya dengan memutar vidio yang sepertinya seseorang merekamnya.

Aku melihat vidio itu dan termenung sesaat. Sekarang aku mengerti kenapa tubuhku merasa lelah padahal aku merasa diriku tertidur. Ternyata ini jawabannya. Aku seperti orang gila yang mengamuk disana, aku juga melihat Kato yang panik, Bibi yang menangis.

"i-ini aku?" tanyaku kepadanya. Ia menganggukan kepalanya.

Aku mematikan vidio itu dan memberikan kembali tablet itu kepada Kak Nadya.

"Kamu bersedia, Naya?" tanyanya dengan meletakan tablet yang aku berikan kembali ke nakas.

Aku berpikir sebentar, sepertinya ini akan menguntungkan kedepannya. Dan sepertinya aku bisa memanfaatkan Kak Nadya untuk menggali ingatanku tentang ayah, bahkan saat hari terakhirnya.

"Apa Kak Nadya bisa mengembalikan ingatan?" tanyaku kepadanya,

Kak Nadya melihat kearahku, "Why?"

"Aku akan setuju kalau Kak Nadya mau bantu aku mengembalikan ingatan Naya. Apa Kak Nadya bisa?" tanyaku balik,

"Kenapa harus aku? Aku hanya di tugasin untuk menyembuhkan luka di mental kamu." jelasnya,

"Karena aku bisa tahu jawaban ayah meninggal karena apa. Aku enggak peduli tentang mentalku, Kak. Aku hanya ingin mau tahu tentang kematian ayah." jelasku balik. Dia terlihat berfikir, lalu mengembuskan napasnya, 

"Akan aku bantu sebisaku. Tetapi yang paling utama adalah menyembuhkan rasa trauma kamu. Untuk itu, aku akan mulai besok. Tetapi untuk memulihkan ingatan kamu, akan aku mulai jika mental kamu mulai stabil." katanya. Aku tersenyum sumringah dan menganggukan kepalaku. Sabar, sebentar lagi akan terlihat titik terangnya. 

Keesokan harinya. Aku masih berada di rumah sakit, di temani Bibi dan juga Bang Ezra yang tidak akan bekerja di kantor hingga aku sembuh. Oh, dia yang memaksa melakukan itu. Bukan aku.

"Tidur aja Nay. Kamu nggak boleh banyak capek loh" ujar Bibi dengan menaruh air mineral di samping meja, 

Aku menggelengkan kepalaku, "Naya nggak bisa tidur, Bi" sahutku. Bibi menoleh kearahku, dan menduduki bokongnya di depanku, 

"Obatnya nggak ngaruh kah? Mau Bibi panggil Arjun?" tanya Bibi. Aku menjawabnya dengan gelengan kepala. Sejujurnya, dari pembicaraan dengan Kak Nadya, aku tidak  bisa kembali tidur karena, jika memejamkan mata semenit saja, rasanya seperti ada yang menghantui diriku. Itulah kenapa aku masih terjaga hingga pagi bahkan siang hari ini. 

"Nadya akan datang hari ini. Nanti minta tolong dia untuk resepi obat untuk tidur" ujar Bibi. Aku menganggukan kepala mengerti. 

Tak lama berselang, Kak Nadya sudah hadir di kamarku bersama Bang Jun disampingnya. Ia langsung menghampiri kasurku dan menyapa diriku. "Hai Naya. Gimana kabarnya hari ini?" tanyanya. Aku terseyum mendengar pertanyaan darinya, sepertinya ia benar - benar orang baik. 

"Sedikit nggak bisa tidur, tapi aku baik-baik aja, Kak" jawabku. Dia menganggukan kepalanya lalu menyuruh orang yang ada di kamar untuk keluar, dan aku bersamanya akan memulai sesi yang katanya akan memperbaiki traumaku ini. 

Sesi pertama dimulai. Kak Nadya membimbingku dengan sangat baik. Ia juga menjelaskan akan ada delapan sampai 12 sesi konseling kepada dirinya untuk menghilangkan trauma ini. Ia juga akan membantuku dengan berbagai kegiatan diluar konseling, misalnya seperti menggambar, bermain musik, dan hal yang dapat membuatku untuk tidak memikirkan kejadian yang mengertikan beberapa hari yang lalu. 

"Ada yang ingin kamu sampaikan, Nay?" tanyanya, 

Aku menganggukan kepalaku, "Naya ingat, orang yang kemarin melakukan hal itu pernah melakukan hal yang sama waktu Naya kecil" kataku mencoba mengingat wajah bapak itu, 

"Apa yang kamu ingat lagi?" tanyanya lagi, ia benar - benar mencoba membuatku mengatakan semuanya. 

"Orang itu juga bilang kalimat yang sama seperti mimpi aku," 

"Bisa kamu katakan, kalimat apa itu?" tanyanya terus. 

Aku melihat wajahnya, "'Kamu harus mati seperti yang ayahmu lakukan kepada adikku'" ucapku mengucapkan kalimat yang sama seperti bapak itu. 

Kak Nadya menganggukan kepalanya sembari menulis semua perkataanku di sebuah kertas yang ia bawa. Seketika pandanganku memudar, aku melihat orang itu ada di kamar ini dan berjalan kearahku. Tangannya mulai mengarah ke leherku, aku bisa melihat bayangan lelaki itu yang tersenyum senang saat tangannya mencekik leherku. Aku memegang leherku, aku tidak bisa bernapas saat itu juga. Apa ini kenyataan? Aku harap ini hanya sebuah ilusi. 

Aku berusaha meminta tolong. Air mataku sudah terkumpul di pelupuk mataku dan siap mengalir dan terus mengalir hingga aku menangis tanpa suara karena masih tidak bisa bernapas sama sekali. Aku terus melihat orang itu yang sekarang duduk di depanku, ia menggunakan baju yang sama saat seperti ia mencekikku kemarin, bahkan ketawanyapun sama. Sungguh, aku sangat ketakutan. 

"T-tolong" pintaku dengan air mata yang terus mengalir. Aku melihat dokter datang dan menyuntikan sesuatu dan semua menjadi gelap seketika. 

Kan udah aku bilang, naya jadi gila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kan udah aku bilang, naya jadi gila. hehe. 

Anw jangan lupa follow ig aku yha, soalnya banyak spoiler yang aku kasih disana hehehe. Ignya : movbys. anw selamat hari rabu!! See you besok^^ 


papai, pyong~~

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang