2.8

58 9 1
                                    

Hening, suasana seketika sunyi setelah aku mengatakan kalimat barusan. Sepertinya aku membuat keputusan yang salah kali ini. 

Bang Ezra menghembuskan napasnya, "Ok. Voting tadi gue anggap tidak pernah terjadi. Kalau itu mau Naya, gue turuti." ucap Bang Ezra dengan menatap mataku. Aku membalasnya dengan tersenyum. 

"Amaya, jangan lo hubungin wartawan, tapi segera hubungin Anton." suruh Bang Ezra yang di jawab anggukan kepala oleh Kak Amaya. 

Setelah semua itu selesai, aku mengantar Haikal menuju mobilnya. Rencana ia ingin bermain dengan Bang Henry dan Bang Alva gagal total hari ini, yang ada dia malah ikut melihat masalahku. 

"Kamu beneran nggak papa?" tanyanya dengan mengelus kepalaku, 

Aku menganggukan kepala sembari tersenyum. "Masuk sana. Kabarin aku kalau udah sampe rumah" suruhku. Ia tersenyum lalu membuka pintu mobil dan memasukinya. 

Ia menurunkan kaca mobilnya lalu melambaikan tangannya kepadaku, aku membalas lambaian tangannya hingga mobil Haikal hilang dari pandanganku. Setelah itu, aku segera masuk kedalam rumah. Aku membuka pintu dan melihat Bang Alva yang duduk di sofa ruang tamu sendirian. 

"Nggak masuk lo, Bang?" tanyaku. Ia melihat kearahku dan mendirikan badannya lalu menghampiriku. Sontak aku mundur satu langkah melihat dirinya yang terus menghampiriku tanpa adanya pengereman, 

"Lo ngapain sih?" tanyaku lagi. Ia tidak menjawabnya, malah ia menarik tanganku menuju lantai dua, tepatnya ruang keluarga. Tempat semalam aku dan dirinya beradu kalimat. Apa sekarang juga akan sama? 

Dia melepas tanganku dengan kasar. Tatapan matanya sangat kesal, sepertinya ia marah. "Kenapa lo batalin?" tanyanya dingin. Sepertinya aku tahu kemana arah pembicaraan ini. 

"Bukannya itu yang lo mau?" tanyaku balik, dia terdiam. 

"Tadi gue kalah." 

"Karena itu gue batalin. Di posisi lain, gue juga nggak mau ide Bang Ezra terjadi" jelasku, 

"Seharusnya lo senang" ucapnya, aku hanya terdiam 

"Itu kemauan lo dari lama bukan? Di akuin sama mereka. Seharusnya lo nggak usah batalin itu" ucapnya lagi. Aku tersenyum, ternyata dia tahu itu.

"Gue cuman mau kalian yang ngakuin gue sebagai saudara dan adik kalian. Bukan orang lain." jelasku, lalu meninggalkan dirinya yang termenung di ruang keluarga. 

Dua hari kemudian. Aku berangkat sekolah bersama dengan Haikal. Ia akan terus menjemputku setiap harinya karena tidak ingin kejadian yang tidak mengenakan saat di jalan, karena ia mengakui sendiri bahwa orang yang mengaku penggemarnya adalah orang bar-bar semua. Vidio yang kemarin tersebar di website sekolah sudah di hapus oleh Bang Ezra, dan ia sudah menemui pelakunya sendiri dan mengancam orang itu untuk tidak melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya. Bang Dipta juga sudah mengetahui vidio tersebut, namun ia belum tahu kejadian di dufan kemarin. Semoga saja ia tidak mengetahuinya, semoga. 

Hari ini adalah hari senin. Hari yang sangat tidak mengenakan untuk memulai minggu, karena masih ada tersisa hari libur kamarin. Di tambah lagi, pagi ini ada upacara wajib yang diselenggarakan setiap minggunya. Itulah kenapa aku dan Haikal datang pagian, karena guru piket hari ini adalah guru killer yang akan membunuh mental siswa jika terlambat.  

Aku bersama Haikal menuruni mobil dengan fansnya yang sudah mengelilingi mobilnya untuk memberikan makanan atau minuman. Tentu dengan surat cinta di dalamnya. Sedikit intermezzo, saat cowo itu menerima makanan, minuman atau hanya surat saja, aku yang selalu memakan atau meminum semua yang di berikan oleh fansnya. Suratnya ia yang baca, dan aku mengetahui isi dari semua surat itu. Dimulai dari isi yang paling normal, sedikit tidak normal bahkan tak jarang juga isinya mengajak dirinya untuk menginap di hotel dan melakukan hal di luar nalar, seperti berhubungan intim atau hanya foreplay*  saja.

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang