2.3

88 9 5
                                    

"Tolong! MAMA, PAPA! TOLONG! TOLONG!" isak gadis mungil itu dengan membangunkan kedua orang tuanya yang sudah penuh dengan darah

"uhuk, n-nak, keluar. Keluar dari sini dan menjauh sejauh mungkin. P-apa akan keluar sebentar lagi" ujar ayahnya dengan membuka pintu mobil yang sudah terbalik dan mengeluarkan asap, 

"Keluarlah nak, papa akan segera menyusulmu. Keluar dan berbahagialah" ujar pria itu. Anak kecil itu menuruti perkataan ayahnya. Ia keluar dari mobil dengan keadaan yang tidak beda jauh dengan kedua orang tuanya. Ia berlari sekuat tenaga tanpa melihat kebelakang. Saat merasa dirinya sudah merasa berlari sangat jauh, ia menoleh kebelakang dan saat itu juga mobil kedua orang tuanya meledak di depan kedua matanya. 

"PAPA!!" 

deg! mimpi apa barusan? Aku engga salah lihat, kan? 

"Dek?" aku terpenjat kaget, 

"Lo kenapa?" tanya orang itu lagi. 

Aku masih termenung memikirkan mimpi tadi. Jika itu hanya bunga tidur, tapi mengapa jantungku merasa tidak nyaman. Tanpa sadar aku memeluk orang itu dan menangis di dalam pelukannya. Orang itu tidak melawan, ia mengeratkan pelukannya dan menepuk punggungku dengan halus. 

Sudah satu jam aku menangis dalam diam. Aku tidak ingin Bibi Maria khawatir, jadi lebih baik aku menangis dalam diam dalam pelukan Bang Henry. 

"Sorry, lo jadi telat masuk sekolah" gumamku menghapus air mata yang tersisa di pelupuk mata. 

Bang Henry menggelengkan kepalanya, "Gue emang ada niatan buat bolos hari ini. Karena lo udah telat juga, gimana kalo kita jalan-jalan? Bareng Ezra kalo lo juga mau" tawarnya, 

Aku menggelengkan kepalaku, "Naya mau istirahat dirumah aja" ucapku dengan membaringkan tubuhku dan menarik selimut.

Bang Henry menganggukan kepalanya mengerti. Ia mengelus kepalaku dengan halus lalu keluar dari kamarku. 

Aku kembali termenung mengingat ingat mimpi barusan. Mimpi tadi sangatlah menyeramkan. Apa itu pertanda ayah mau aku mulai mengingatnya? Sepertinya aku harus menelepon Bang Juna. 

Setelah menghubungi Bang Jun, aku bergegeas menuju kamar dan menyiapkan diri untuk bertemu abang sepupuku dan juga dokterku di rumah sakit. Sebagai dokter yang jaga hari ini, dirinya tidak akan pernah bisa keluar dari rumah sakit sebelum jam jaganya selesai. Maka dari itu aku memintanya untuk bertemu denganku di rumah sakit saja. 

Aku memboloskan diri hari ini, aku juga sudah meminta Kato untuk memberikan izin jika bisa. Setelah selesai, aku mengambil tas dan juga ponselku lalu mengambil kunci mosi yang berada di meja rias. 

"Bi, Naya pergi dulu ya!" seruku sembari berlari menuju garasi mobil dan membuka pintu Mosi. 

"Mau kemana?" tanya Bibi dengan memegang sutil bewarna hitam di tangannya. 

"Mau ketemuan sama Bang Jun. Dadah Bibi!" seruku lagi lalu menutup pintu mobil dan menyalakan Mosi. 

Setelah beberapa menit memanaskan mosi, aku segera mengeluarkannya dari garasi dan berangkat menuju rumah sakit. 

Sudah satu jam aku menunggu lelaki tampan itu tidak kunjung datang, saat aku tiba di ruangan abangku itu tidak ada hambatan sama sekali. Namun saat ingin memulai cerita, dirinya mendapat panggilan darurat dari UGD dan penangannya cukup lama. 

Aku menghembuskan napas bosan. Aku melihat-lihat ruangan Bang Arjun yang sangat bersih dan terawat. Banyak juga foto foto yang terpajang di sana. Ada fotoku saat kecil bersama dengan Bang Dipta dan dirinya, Ada juga foto keluarga Bibi Maria dengan aku yang menyempil disana dan juga ada foto kekasihnya yang terpajang disana. Sebuah kebohongan besar jika abangku itu tidak mempunyai pacar. Jika aku mengatakan Bang Jun jomblo, itu karena permintaan dirinya untuk menyembunyikan indetitas pacarnya yang seorang intel Negara. 

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang