0.4

227 37 8
                                    

"ANJING"

"MASUKIN ENGGA ITU BONEKA?!" teriak Bang Alva dengan wajah yang memerah. 

Deg! 

Apa kalian tau rasanya jantung berdetak dengan tidak karuan? rasanya seperti ingin meledak. 

Teriakan bang Alva sangat menganggetkan. Bahkan dirinya melempar boneka itu dengan kasar, yang membuat jam tanganku berbunyi, dan tentu dadaku terasa sakit. 

Tahan Naya, tahan. 

"Sekali lagi lo kasih unjuk itu boneka, gue bisa buat lo pingsan sekarang juga." ujar Bang Alva dengan dingin, lalu melangkahkan kakinya menuju kamar. 

Aku terduduk lemas di lantai, mengambil boneka itu dan memeluknya. Aku berusaha mematikan alarm yang terus berbunyi di jam tanganku, setiap detiknya terasa sakit dan bunyi jam itu semakin nyaring. 

"Nay, u okay?" tanya Kak Amaya sembari membantuku berdiri, 

Aku menggelangkan kepalaku, "nope. Kak, tolong antar aku ke kamar" ujarku sembari berjalan meninggalkan Kato dan juga kedua abangku. 

"Okay. Panggil Alvaro turun, ada yang pengen gue omongin." ucap Kak Amaya lalu mengantarkan aku menuju kamar. 

Keesokan harinya, aku menuruni tangga rumah dengan setelan seragam sekolah, seperti biasa.

Saat ingin menuju ke dapur, aku melihat Abang keduaku yang sedang menyantap sarapannya. 

"Abang," panggilku sembari mendudukan bokongku di kursi yang berada di depannya. 

"Maaf" ujarku, 

"Nggak usah minta maaf, lo invisible" sahutnya sembari berdiri dan mengambil tasnya. 

"Bi, Alva berangkat!" pamitnya kepada kepala pelayan, lalu pergi dari meja makan tanpa pamitan kepadaku. 

Woi, aku ada di depan dia loh. 

"Naya engga mood makan," gumamku sembari mengambil segelas air dan kotak obat yang biasa aku bawa dan meminumnya.

"Minum apa lo?" tanya seseorang dari arah kolam berenang, 

Mampus, dari suara ini, dan dari arah kolam renang. Yang sering berenang pagi-pagi ialah Bang Ezra. 

Bang Ezra menatapku dengan intens, dari depan pintu kaca. Seperti memergoki anak orang nyolong sepeda tetangga. Aku bergegas mengambil kotak obat itu dan menyembunyikannya di dekat pot bunga yang berada di meja makan. 

"Vitamin," jawabku, 

Bang Ezra menghampiriku dan mengambil gelas, 

"Udah jam segini, lo berangkat sana" cetusnya yang membuatku gelagapan. 

Engga minum obat sehari, engga akan mati kan? 

Aku memasuki mobilku lalu segera menuju sekolah secepat mungkin. 

Sesampainya disekolah, aku melihat lapangan basket yang tengah ramai. Aku segera menuju kerumunan itu dan melihat dua tim yang sedang bermain basket. 

"Gue kira ada apaan rame - rame" gumamku lalu membalikan tubuhku namun di halang oleh seseorang perempuan berambut emas dan tinggi. Woaah, cantik. 

"Maaf" gumamku dan dia hanya menjawabnya dengan senyuman. 

Saat aku melangkah maju, tiba - tiba sebuah suara mengintrupsi semua siswa yang berkumun di lapangan basket, 

"Ivana Magdalena!" teriak orang itu sembari berlari menuju perempuan berambut emas itu. 

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang