22 - Complicated

770 64 6
                                    

"Ana."

Aku menoleh ketika Killian memanggil. Dia pulang cepat hari ini dan sekarang aku sedang menyiapkan makan malam untuk kami berdua--sesuatu yang sangat jarang terjadi di dua minggu terakhir ini.

Aku terpaksa melepas wajan karena Killian tidak kunjung bicara. Api kompor sudah kukecilkan, aku bisa menatapnya tanpa merasa waswas membiarkan masakan tidak terjangkau pandangan. Sebenarnya sebentar lagi selesai, tetapi aku telanjur tidak tahan menunggu dan penasaran pada apa yang ingin Killian katakan. Namun, dia masih bergeming dan menatapku dengan kening berkerut.

"Soal rencana memesan gaun pengantin yang Gabby katakan."

Entah sebesar apa aku tidak menyukai wanita itu sampai mendengar namanya saja sudah membuatku spontan merotasikan mata. Aku tidak ingin jadi seorang pembenci, sungguh. Namun, kepribadiannya benar-benar sangat tidak cocok untukku—mungkin untuk Killian juga. Entah bagaimana Gabby mampu mencuri perhatiannya.

"Aku terkejut kau bergerak cepat." Hanya itu yang bisa kukatakan, kemudian mendekatinya untuk mengambil semangkuk kentang mentah yang sudah dia potong kecil-kecil untuk sup—dia sedang ingin makan itu, jadi sekalian saja kuminta membantu. "Aku bahkan belum menemukan satu yang menarik."

"Sebaiknya jangan terima." Ucapan Killian mengejutkanku. Aku menatapnya dengan mata menyipit hanya untuk menuntut penjelasan lebih darinya. "Jangan rancang gaun untuknya. Aku akan merasa sangat bersalah padamu."

"Merasa bersalah seperti apa maksudmu?" Aku kembali berada di depan kompor, mengaduk masakanku sebentar dan mematikan kompornya. Seharusnya disambung dengan memasak sup, tetapi aku lebih memilih untuk fokus pada pembicaraan ini, sepertinya agak serius.

Killian meletakkan pisau ke wastafel bersama tumpukan alat-alat dapur yang kotor lainnya. Namun, kurasa itu pisau itu agak dilemparnya karena berhasil menciptakan suara dentingan yang lumayan keras. Cara pisau itu terlempar dari tangannya seperti dia baru saja melepaskan sesuatu yang menjijikkan. Padahal seingatku suasana hatinya tidak seburuk ini tadi.

"Hubungan kita berakhir, tapi aku justru merepotkanmu dengan merancang gaun untuk pernikahan kami. Ya ... aku hanya jadi merasa tidak tahu diri. Seperti memasukkan kembali makanan yang baru keluar dari mulut."

Kalau begitu jangan akhiri pernikahan kita. Ingin sekali kukatakan itu pada Killian. Sayangnya, aku tidak punya alasan untuk mempertahankannya. Kukira sahabat juga bisa berarti sebagai teman hidup, tetapi itu tidak cukup kuat untuk menjadi alasan agar kami tidak lagi mencari teman hidup lainnya.

"Apa masalahnya? Toh aku akan diuntungkan jika dia memesan gaun yang super mewah. Aku akan mendapat uang banyak." Tadinya aku ingin lanjut memasak sup, tetapi karena Killian tampaknya ingin bicara membahasnya lebih banyak, aku justru menarik kursi dan duduk berseberangan dengannya.

"Ayolah, aku tidak bisa merepotkanmu lagi setelah bercerai."

"Apa dengan bercerai berarti kita tidak berteman lagi? Permintaanmu aneh, Killian."

Killian mengetuk-ngetuk meja dengan jari. Tatapannya berkeliaran ke mana-mana, kecuali menatapku. Biasanya Killian seperti itu jika mencari-cari jawaban untuk pertanyaan yang dia terima. Dan aku tidak menyangka kalau pertanyaanku akan sesulit itu.

"Entah. Apa menurutmu kita masih bisa berhubungan baik?" Lucu sekali ekspresinya saat ini. Caranya menatapku seperti anak kecil yang penasaran terhadap hal baru, lalu aku adalah si ibu yang akan mengawasi saat dia mencobanya.

"Kau mau kita berakhir? Maksudku, kebersamaan kita selama bertahun-tahun tidak akan berarti apa-apa di hari di mana palu diketuk di pengadilan? Tunggu, apa Gabby jauh lebih berharga dari hubungan kita, Killian?"

Catching Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang