💍
Welcome to Our BeginningLuciana & Killian
August 12th
💍Kupandangi wedding sign yang sengaja diletakkan Dad di dekat pagar rumah. Sebuah kayu berukuran 30 x 40 senti dengan ketebalan tiga senti. Katanya kayu itu bukan kayu biasa, dan dia temukan di basement rumah Avô¹ dan Vovô². Aku percaya kalau kayu-kayu produksi zaman dulu memang berkualitas dan sangat kuat. Makanya, sangat kusayangkan untuk dipergunakan sebagai penanda agar para tamu tahu kalau kami menikah di sini. Tidak, maksudku, hanya resepsinya. Kalian tahu, momen di mana teman dan kerabat bisa mengucapkan selamat dan menjabat tangan kami bergantian. Bayangkan saja akan sebanyak apa kuman yang menempel di tanganku nanti, jadi kuputuskan untuk memakai sarung tangan.
¹nenek, ²kakek (Portugis)
Dad adalah seorang pemahat dengan kemampuan berseni yang luar biasa—aku selalu berdoa agar bakat Dad menurun kepadaku. Papan kayu tadi, dengan segala ornamen dan tulisan di atasnya, Dad yang mengukirnya dengan satu set alat ukir yang dimilikinya sebelum pensiun dari profesi ukir-mengukir. Dia sudah tidak sekuat dulu untuk mengerjakan pesanan-pesanan yang berukuran besar karena kecelakaan yang menimpanya beberapa tahun lalu. Itu menyisakan cedera permanen di kakinya.
Papan penanda yang indah, tetapi semakin kupandangi, semakin mengiris-iris hatiku rasanya.
"Ana!" Seorang wanita memanggilku dengan lantang. Aku menoleh ke sumber suara hanya untuk menemukan Ibu Mertua berdiri di ambang pintu dan sudah sangat cantik dengan gaun terusan berwarna krem.
"Coming!"
Panggilan itu menjadi pertanda bahwa aku harus segera bersiap; memakai gaun yang berbeda dari upacara dan sesi pengucapan janji kemarin, merias wajah yang kupikir tidak terlalu jelek meski tanpa dipoles apa pun, lalu memakai hair extension di rambutku yang hanya sebahu hanya agar bisa dibuat sanggul. Proses menyebalkan itu saja sudah memakan waktu nyaris dua jam. Ini baru pukul tujuh pagi, sementara acara resepsi dimulai jam sembilan. Andai boleh memilih, aku tidak ingin melakukannya, toh aku dan Killian sudah menjadi pasangan suami-istri sejak kemarin. Sayangnya, orangtua kami sepakat untuk membuat pernikahan kami berkesan. Hm, kesan apanya?
Berbicara tentang Killian, pria yang sejak kemarin menjadi suamiku, membuatku memikirkan apa yang sedang dilakukannya sekarang. Mungkin dia juga sedang bersiap di rumah, aku akan bersabar menunggu ceritanya nanti. Tentunya kalau setelah ini, semuanya masih sama. Ayahnya menyeret Killian pulang tepat setelah upacara pernikahan berakhir kemarin. Jadi, kami tidak bertemu sampai hari ini.
"Aw, itu sakit!"
Aku spontan menahan rambutku ketika hairstylist menarik-nariknya. Dia seorang laki-laki, yang jauh lebih bertenaga dibandingkan perempuan, tetapi apa dia juga harus memakai ototnya hanya untuk merias rambut?
"Relax, darling. Ini hanya sakit sebentar." Dia membalas dengan suaranya yang kemayu. Aku terkejut pastinya. Padahal dia tidak tampak seperti seorang pria yang akan bersikap gemulai. Entah dari mana Mom mengenal pria ini.
Lihatlah dirinya; berbadan kekar, otot memenuhi lengan dan dadanya—apalagi ketika dia mengenakan kaos ketat seperti sekarang, dan sekitaran rahang dan dagunya dibiarkan menjadi hunian rambut-rambut kecil. Ya, penampilan memang tidak bisa dipakai untuk menerka-nerka bagaimana kepribadian seseorang. Well, hari ini aku belajar sesuatu dari seorang hairstylist.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feelings [✔]
Puisi#MarriageSeries Pernikahan menjadi dambaan setiap orang, Ana tahu itu. Namun, sebagai seorang wanita karier yang memiliki target pencapaian dalam hidupnya, Ana tidak bisa memenuhi keinginan orangtuanya untuk segera menikah. Sayangnya, takdir sedang...