69 - Make a Wish

817 63 21
                                    

"Selamat ulang tahun ... selamat ulang tahun, Ana."

Apa yang kubilang tentang Killian yang serbabisa? Di ulang tahunku yang ketujuh belas, dia bahkan rela belajar bermain gitar dan mengaransemen lagu selamat ulang tahun dengan versinya agar bisa dibawakan dengan gitar. Aku tidak pernah tahu kapan dia berlatih, tahu-tahu dia datang ke kamarku tengah malam dengan kue dan gitar. Tadinya aku hampir menertawakan kalau ternyata dia akan memainkannya asal-asalan. Lagi pula, suaranya saja sudah cukup enak didengar meski tidak diiringi alat musik, tetapi dia memilih untuk mempersulit dirinya sendiri.

Kejutan darinya sama sekali tidak membuatku terkejut, pada awalnya. Dia selalu melakukan ini; datang ke kamarku tepat pukul dua belas malam di tanggal 20 Maret dengan membawa kue ulang tahun. Hari ini pun aku tetap terjaga karena tahu dia akan datang, apalagi perutku lapar. Namun, kali ini dia berhasil membuatku melongo ketika sebuah tas gitar tersampir di bahunya. Karena masih tidak bisa percaya Killian tiba-tiba bisa bermain gitar, aku menantangnya untuk memainkan lagu yang lain, tetapi dia tidak bisa melakukannya. Dia hanya mempelajari chord untuk dinyanyikan malam ini. Yah, itu benar-benar sangat Killian dan aku menerimanya.

"Tidak buruk, 'kan?" Aku mengerti Killian bertanya tentang permainannya tadi. Yah, bahkan aku tidak bisa menutupi betapa aku merasa takjub dengan usahanya kali ini.

"Cukup kecewa karena kau tidak bisa memainkan lagu kesukaanku."

Killian menyingkirkan gitarnya dan meletakkan kue yang dibawanya tadi ke tengah-tengah kami. Kami duduk berhadapan di kasur, dan dia mulai menyalakan dua lilin panjang yang nyaris sekurus lidi. Kami tidak suka memakai lilin berbentuk angka karena menganggap itu akan mengingatkan bahwa kami bertambah tua, padahal kenyataannya memang begitu.

"Aku akan menyanyikannya untukmu nanti. Ayo buat harapan dan tiup lilinnya." Dia mengangkat kue itu menjadi lebih dekat denganku.

Aku memandang kue itu sebentar. Kue berbentuk emoji kepala bayi yang biasa ada pada kibor ponsel yang tidak terlalu besar, setidaknya cukup untuk langsung kami habiskan berdua. Aku tidak tahu kali ini atas dasar apa dia memilih model begitu, tetapi aku tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting adalah logo yang terlihat pada alas kue, yang merupakan toko kue kesukaanku.

Aku berpejam sebentar dengan dua telapak tangan menempel pada dada. Dalam hati aku mengucapkan keinginanku, kemudian meniup lilinnya. Killian lantas bersorak seorang diri dan menurunkan kembali kuenya. Dia memberikan garpu untukku setelahnya. Tidak ada sesi potong kue, kami akan memakan kuenya langsung menggunakan garpu.

"Kau meminta apa? Aku akan mewujudkan keinginanmu."

Mulutku sedang sibuk mengunyah kue, jadi hanya mataku yang menyipit sebagai reaksi tidak terima. "Kudengar harapan akan dikabulkan jika tidak diberi tahu kepada siapa pun."

Dia tertawa meledek. "Kau percaya itu? Bukankah akan lebih mudah diwujudkan jika orang lain juga mengetahuinya?" Killian bodoh. Kenapa tidak mengiakan saja dan makan dengan tenang? Aku ingin berkonsentrasi pada rasa tiramisu dari kuenya, bukan diajak berdebat.

Aku menggeleng. "Kalau aku meminta dibelikan sesuatu, baru aku bisa menyebutkannya."

"Jadi, kau tidak mau memberitahuku?"

"Tidak. Ngomong-ngomong mana hadiahku?" Aku melihat ke sekitarnya, bahkan saat datang tadi dia tidak membawa bingkisan apa pun. Tidak mungkin gitar itu akan ditinggal di sini meski Killian tidak membutuhkannya.

Dia mengangkat bahu. "Tadinya kupikir hadiahku adalah mewujudkan harapanmu." Dia baru saja menyantap kue yang dibawanya.

Aku menatap Killian cukup lama. Dia tidak menyadari itu karena sibuk menyantap kue. Aku tidak meminta yang aneh-aneh sebetulnya, tetapi aku tidak yakin itu akan mudah untuknya. Aku takut dia merasa terbebani karena berusaha untuk mewujudkannya. Untuk yang satu itu, aku akan memercayakannya menjadi tugas langit.

Catching Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang