67 - "I'm her husband."

1K 62 8
                                    

Killian benar-benar memenuhi janjinya. Dia pulang kerja lebih awal dan mampir ke Macy's untuk menjemputku. Dan aku bersusah payah membuat Emma sibuk agar tidak menyadari kedatangan Killian. Aku tidak ingin menerima risiko dia melakukan sesuatu yang tidak-tidak meski menurutnya itu untuk membantu hubungan kami. Aku tidak akan serepot itu seandainya Killian mau menunggu saja di parkiran. Tadinya aku ingin turun lebih dulu ke bawah, tetapi pria tampan itu sudah lebih dulu muncul di tenant.

Saat ini kami sedang mengantre di ruang tunggu klinik dr. Shemira. Ada tiga pasien lagi yang akan diperiksa sebelum kami. Hampir semua ibu hamil yang ada di tempat ini datang dengan didampingi pasangan. Ada yang menunggu sambil bersandar ke bahu suaminya, ada yang menyantap camilan sambil bercanda, sampai ada suami yang berjongkok demi bisa mengobrol dengan bayi yang berada dalam kandungan istrinya. Mereka tampak begitu romantis. Bohong kalau semisal aku berkata tidak iri pada mereka.

Lantas apa yang Killian lakukan saat ini? Aku tidak bisa menyebut kalau tautan tangan kami ini sebagai bentuk romantisme. Gandengan tangan dengan maksud bermesraan tidak akan seerat ini. Sebelah lutut Killian tidak berhenti bergetar--jujur saja itu mengurangi kadar gaya kerennya sekarang. Dengan memakai setelan bekerja, Killian akan mendapat pujian karena dianggap menyempatkan diri di sela-sela waktu sibuknya untuk menemani sang istri pergi berperiksa. Namun, situasi yang sebenarnya tidak seperti itu. Killian sedang merasa gugup saat ini.

"Apa biasanya kau menunggu selama ini?" Tampak jelas betapa dia sangat merasa tidak tenang. Sudah lebih setengah jam kami menunggu.

Aku menggeleng ringan. "Hanya jika aku datang terlambat. Kau ... tidak bisakah merasa tenang? Gerakan kakimu itu sangat mengganggu."

Akhirnya Killian berhenti, tetapi satu helaan napas yang panjang dia embuskan. "Aku takut dengan hasil pemeriksaan perutmu."

Satu dengkusan kuloloskan begitu saja. Betapa lucu pria di sebelahku ini. Untuk sesaat aku lupa kalau sejak tadi juga merasa gugup. Kalau hasilnya tidak bagus, jelas aku yang akan rugi. "Bukannya aku yang seharusnya merasa begitu?"

"Spermaku berpartisipasi penuh atas kondisimu kemarin. Kalau sesuatu terjadi, jelas aku yang bersalah." Kata-katanya cukup masuk akal. Killian masih memikirkanku meski aku gagal menjaga bayinya. Aku tidak tahu, setelah Killian apakah aku akan menemukan pria yang lebih baik darinya. Bahkan yang setara dengannya saja sulit kutemukan.

Aku tidak seharusnya memasang standar untuk pria yang akan menjadi pasanganku kelak. Sayangnya, aku mengenal pria dengan act of service terbaik sejauh ini. Wanita yang akan menjadi istrinya di masa depan benar-benar sangat beruntung. Aku sudah menerima cukup banyak darinya, sekarang sudah saatnya memberikan kesempatan itu untuk wanita lain yang lebih berhak.

"Dengan begitu, kau punya alasan untuk menikah lagi dan memiliki keturunan." Itu bukan gurauan, aku berkata serius, tetapi dengan senyum di wajahku. Orang yang melihat mungkin berpikir kami sedang membicarakan hal-hal yang menyenangkan. "Apa kau sudah menandatanganinya?" Sebelum Killian pulang kemarin, aku memang meletakkan lagi dua salinan surat pengajuan cerai. Satu di kamarnya, satu di ruang kerjanya, tidak ketinggalan pena agar dia bisa langsung tanda tangan.

"Aku membuangnya. Lagi."

Dengan senyum yang masih kupertahankan, aku membalas, "Aku akan meletakkannya lagi kalau begitu."

Killian mengunci tatapanku selama beberapa saat sebelum menghela napas lagi seperti orang tua yang tidak habis pikir setelah menyaksikan kelakuan anak muda di depannya. "Lakukan sesukamu, Ana. Aku tidak akan menandatanganinya."

"Begitukah? Bahkan jika aku memohon?"

"Akan kupastikan kau berubah pikiran sebelum memohon untuk berpisah." Dia menyentuh hidungku dengan telunjuknya, dengan maksud bermain-main.

Catching Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang