Terlalu banyak hal yang terjadi hari ini membuatku tidak bisa tidur. Kukira akan lebih melegakan setelah mengatakan yang sejujurnya pada Allen tentang situasi kami, tetapi aku masih belum mampu menyingkirkan rasa bersalah ini. Apakah kepada Allen karena aku tidak mengatakannya lebih awal hingga dia telanjur merasakan sesuatu padaku, atau kepada Killian karena melanggar janji tidak menceritakan tentang pernikahan kami pada siapa pun. Namun, aku tidak bisa seperti dirinya, yang menjadikan pernikahan ini sebagai jembatan untuk menemui wanita yang dicintainya.
Kenapa hal itu justru terasa sulit bagiku?
Sudah setengah jam aku memejamkan mata. Berbagai posisi tidur yang nyaman juga sudah kucoba, tetapi rasa kantuk itu tidak kunjung tiba. Menonton TV juga akan membuatku terus terjaga. Membaca buku bisa jadi alternatif, tetapi aku yakin tidak akan bisa fokus ketika kepalaku sedang dilanda kekacauan. Katanya minum susu bisa mempercepat rasa kantuk, tetapi aku tidak yakin perutku masih menampung satu gelas susu lagi.
Satu-satunya jalan terakhir untuk mengatasi situasi ini adalah dengan menemui Killian. Kami akan mengobrol, tentang apa saja, sampai lelah dan mengantuk. Kuharap dia masih terjaga dan tidak sedang sibuk dengan pekerjaan atau mengobrol bersama Gabby. Bahkan jika dia memang sibuk pun, aku akan tetap berada di sebelahnya. Begitu memikirkannya, keinginan untuk mendatangi kamarnya pun makin besar.
Aku mematikan semua lampu di kamarku dan meninggalkan ponsel yang sedang diisi dayanya di atas nakas. Bersama boneka Laa Laa pemberian Killian yang sudah cukup jelek, aku pergi ke kamarnya.
"Killian?"
"Masuk saja," sahutnya dari dalam kamar. Aku lega dia belum tidur.
Aku membuka pintu kamarnya dan masuk. Killian duduk berselonjor kaki di kasur dengan remote TV di tangan. Dia sedang bersantai sembari menonton film laga. Biasanya aku akan melompat ke kasurnya, tetapi aku tidak bisa melakukannya sejak kebersamaan kami terus diselimuti kecanggungan. Bahkan dengan aku tiba-tiba melompat ke sebelahnya akan terasa lebih aneh lagi.
Malam panas kami di Napa Valley benar-benar menyisakan perasaan yang menyebalkan.
"Sudah jam satu lewat, kau belum tidur?"
Peganganku pada boneka mengerat, kemudian tengkuk yang tidak gatal juga kugaruk pelan. Aku sudah malu meski belum mengatakannya. "Aku tidak bisa tidur. Bisa temani aku bicara?"
Killian tidak mengatakan apa-apa, tetapi menyibakkan selimut di sisi kosong kasurnya. Dia memintaku untuk berbaring di sana hanya dengan isyarat gerakan dagu. Tanpa membuang waktu, aku segera naik dan berbaring. Killian yang awalnya duduk tegak lantas ikut berbaring, tetapi dengan dua bantal yang ditumpuk agar bisa lebih nyaman menonton TV.
"Kau tidur dengan boneka itu lagi."
Boneka Laa Laa pemberiannya kupeluk erat di dadaku, padahal sebelumnya hanya kusimpan di lemari. "Sudah beberapa hari ini. Entahlah, hanya ingin."
Killian memandangi bonekaku sedikit agak lama, padahal di TV sedang ada adegan perkelahian yang sengit. Biasanya dia tidak akan melewatkan itu setiap menonton film laga. Entah apa yang menarik dari boneka ini sampai dia menghabiskan lima detik penuh hanya untuk menatap. Kukira dia akan mengatakan sesuatu, tetapi matanya justru kembali ke TV.
"Bagaimana kencanmu tadi?"
Killian menanyakan sesuatu yang aku sendiri enggan memikirkannya lagi.
"Baik-baik saja." Aku membalas sekenanya dan berpura-pura fokus pada film meski aku tidak mengerti apa yang dibicarakan para pemainnya.
"Tidak seperti itu cara menjelaskan kalau kencannya berjalan dengan baik." Dia kemudian mematikan TV menggunakan remote. Aku ingin bertanya kenapa dia dimatikan, tetapi tidak jadi bicara karena dia memiringkan badan menghadapku. "Kita sama-sama tahu kau tidak suka film laga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feelings [✔]
Poetry#MarriageSeries Pernikahan menjadi dambaan setiap orang, Ana tahu itu. Namun, sebagai seorang wanita karier yang memiliki target pencapaian dalam hidupnya, Ana tidak bisa memenuhi keinginan orangtuanya untuk segera menikah. Sayangnya, takdir sedang...