Bonus 2 - Couvade Syndrome

699 31 5
                                    

Apa yang berbeda dari kehidupan pernikahan kami sekarang dan sebelumnya? Banyak. Aku tidak sedang membandingkan keduanya, tetapi aku tidak bisa menyembunyikan kalau yang sekarang jauh lebih menyenangkan.

Sebagai pasangan yang punya kesibukan masing-masing, aku dan Killian harus membuat jadwal lebih dulu meski hanya untuk pergi berkencan. Ya, berkencan sebagai pasangan suami istri. Ada banyak hal yang kami lewatkan sebagai dua orang yang saling mencintai, dan kami melakukannya seperti anak muda yang baru mengenal cinta. Well, terutama aku yang belum pernah berkencan sekali pun.

Perhatian yang Killian berikan padaku masih sama besarnya, tetapi jadi lebih suka menempel dan suka menyentuh. Dia selalu memanfaatkan semua kesempatan untuk menyentuhku. Seperti ketika aku tidak bisa mengambil barang yang posisinya sangat tinggi, alih-alih mengambilkannya untukku, dia justru mengangkat tubuhku agar tanganku bisa meraih benda tersebut. Pikirkan saja, pilihannya membuang lebih banyak tenaga. Namun, aku tidak membenci semua sentuhannya. Bagian favoritku adalah ketika bangun tidur di dalam pelukannya.

Sungguh, betapa kami sangat mencintai satu sama lain.

"Ana, Killian sudah datang." Sonja baru saja menyembulkan kepala di pintu ruanganku saat mengatakan itu.

Aku mengernyit ketika meraih mantel di tiang gantungan. Sebetulnya ini terlalu cepat dari yang Killian janjikan untuk menjemputku. Tadi pagi dia bilang akan ada pertemuan dengan perusahaan lain dan setelah kuperkirakan, dia seharusnya tiba setengah jam lagi. Apa dia terburu-buru di jalan? Aku akan memarahinya kalau itu memang benar, membuat khawatir saja.

"Teman-teman, aku pulang lebih du--oh?"

Aku sudah di lantai satu butik, baru akan berpamitan dengan rekan-rekanku ketika kutemukan Killian sedang membagikan burger untuk mereka. Datang cepat dan masih sempat membeli burger, rasanya seperti tadi pagi dia sedang berbohong kalau mau mampir dulu ke perusahaan lain.

"Itu Ana!" Ari menjerit karena melihatku setelah menerima burger dari Killian.

Killian berbalik dan tersenyum lebar padaku. Setelah menyerahkan kantong plastik berisi beberapa burger tersisa pada salah satu rekanku, dia menghampiriku. Langkahnya jadi begitu dramatis hanya karena senyum yang terus terpatri di wajahnya.

"Kau kenapa?"

Alih-alih menjawab, dia hanya mengecup dahiku dan menggandeng tanganku. Karena masih tidak terbiasa menerima perlakuan seperti ini di depan orang banyak, wajahku jadi terasa panas karena malu.

"Tidak apa-apa. Hanya ingin. Tidak boleh?"

Aku memukul dadanya ketika dia tiba-tiba menarikku dalam pelukannya. Tentu saja aku berusaha melepaskan diri karena orang-orang mulai memperhatikan.

"Aku merindukanmu," bisiknya.

Baiklah, itu aneh. Killian yang manja hanya terjadi ketika sedang sakit. Akan tetapi, saat kusentuh dahinya, suhunya normal-normal saja, tidak lebih hangat dari biasanya. Sisi Killian yang seperti ini, sungguh membuatku kewalahan. Cukup saat sedang sakit saja dia seperti itu, jangan ketika sedang sehat juga.

"Ayo pergi, mereka melihat kita." Rasa malu memberiku kekuatan lebih untuk melepaskan diri dari Killian. Kini aku berjalan lebih dulu keluar gedung tanpa lupa berucap 'sampai jumpa besok' pada rekan-rekanku.

Aku tiba di samping mobilnya lebih dulu, tetapi tidak bisa langsung masuk karena masih terkunci.

"Dalam rangka apa kau membagi burger pada mereka?" Aku bertanya tepat setelah terdengar suara kunci mobilnya sudah dinonaktifkan. Aku tidak perhitungan, sungguh. Aku senang-senang saja dia bersikap baik pada mereka, tetapi aku ingin tahu alasannya karena itu fenomena yang cukup langka.

Catching Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang