"Dia membuat kalian dikenal sebagai pasangan suami istri pada seorang blogger? Sekarang lihat apa yang blogger itu lakukan."
Emma menggeleng, matanya masih tertuju pada iPad di bawah dagunya. Sudah sepuluh menit seperti itu, telunjuknya akan menggulir layar kembali ke atas untuk memuat ulang layar, lalu kembali menggulirkan ke bagian bawah layar untuk membacanya. Aku berusaha mengabaikannya dengan dalih memotong kain yang sudah digambari pola, tetapi jujur saja, aku tidak bisa merasa tenang mendengarkan ocehannya. Pengharum ruangan yang beraroma bunga kamomil tidak lagi mampu menenangkan sebagaimana ia dipilih untuk mengisi udara di ruangan ini.
Hari ini kami berkumpul di gedung--yang sampai saat ini aku tidak tahu bagaimana menyebutnya meski suatu saat akan dijadikan butik. Ada beberapa hal yang perlu kami bicarakan, termasuk menentukan siapa yang akan berangkat ke Paris. Emma wajib ikut denganku ke sana, jadi dia kuminta meninggalkan Macy's hari ini untuk ikut berdiskusi. Namun, itu sudah selesai satu jam lalu dan sekarang kami hanya bersantai dan membicarakan hal-hal ringan.
Lalu Hannah, yang sejak bulan lalu telah diputuskan untuk bertanggung jawab dengan media sosial dan hal-hal berkaitan dengan branding produk kami. Dibandingkan yang lainnya, dia adalah yang paling kreatif. Ketika Hannah sedang iseng mencari ulasan yang ditulis orang lain untuk kami, dia justru menemukan sebuah postingan blog yang menceritakan pertemuan si penulis denganku beberapa hari lalu dan penulis itu adalah Claire. Postingan tersebut dibaca oleh ribuan orang dan mendapat lebih dari seratus komentar.
"Memangnya kalian tidak jadi bercerai?" Emma berhasil membuatku melihat ke arahnya. "Allen mungkin akan membaca ini."
Dahiku lantas berkerut. Apa urusannya jika Allen akan membaca tentang itu? Dia bahkan sudah tahu tentang itu. Kalau seandainya itu akan membuatnya tidak jadi mendekatiku, well, tidak masalah. Aku bahkan belum yakin dengan perasaanku untuknya sampai saat ini.
"Dia tidak serajin itu membaca tentang fashion wanita." Mataku turut berotasi ketika merespons demikian. Blog Claire didominasi dengan ulasan tentang baju-baju wanita, kalaupun Allen mungkin mencari sesuatu tentang fashion di internet, kecil kemungkinan dia akan tiba di blok Claire.
"Kalau ini viral, postingannya akan ada di mana-mana."
"Ayolah, itu tidak akan keluar dari blog. Lagi pula, aku tidak cukup menarik untuk dibicarakan lebih banyak orang." Kata-kata itu bukan hanya untuk Emma, tetapi untuk menenangkan diriku sendiri juga. "Aku juga bukan selebriti."
Emma tidak lagi menjawab. Dia tidak lagi membahasnya karena iPad itu sudah diambil oleh penanggungjawabnya. Kemudian dia mulai mencari sesuatu untuk dikerjakan. Ini lebih baik daripada terus mendengarnya mengoceh.
Salah satu rekanku datang membawa segulung kain tule yang baru tiba hari ini. Dia menerimanya dari kurir dan membawanya ke ruang kerja. Selain aku, ada dua orang lagi yang sedang menjahit kain yang sudah dipotong sebelumnya. Kain itu berwarna abu-abu muda, akan sangat cantik jika dipadukan dengan kain satin berwarna abu-abu tua yang saat ini sedang kupotong. Selain mempersiapkan sepuluh pakaian untuk Paris Fashion Week, kami juga mengerjakan pesanan gaun pesanan Nona Clairine, yah, yang waktu itu datang untuk memesan gaun pendamping pengantin.
Rasanya seperti kebanjiran pesanan, ada sembilan gaun pendamping wanita dengan tiga desain berbeda, dan gaun untuk after party pernikahannya Nona Clairine. Tidak hanya itu, calon suaminya menyusul menghubungiku dan memesan tiga gaun lagi dengan ukuran yang sama dengan Nona Clairine, dia bahkan berpesan agar aku tidak memberikannya pada Nona Clairine. Kupikir dia ingin memberi kejutan pada calon istrinya. Ah, romantis sekali. Aku sampai tersenyum meski hanya memikirkannya.
Sayangnya, itu justru terlihat seperti sikap yang aneh bagi Emma. Dia menegurku karena tersenyum sendiri.
"Apa yang kau pikirkan?" Emma datang membawa gunting dan tali meteran, kemudian duduk bersila di sebelahku. Kain tule yang dibawa rekanku tadi, kini berada di depannya. Dia pasti ingat kalau itu harus dipotong per dua meter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feelings [✔]
Poesía#MarriageSeries Pernikahan menjadi dambaan setiap orang, Ana tahu itu. Namun, sebagai seorang wanita karier yang memiliki target pencapaian dalam hidupnya, Ana tidak bisa memenuhi keinginan orangtuanya untuk segera menikah. Sayangnya, takdir sedang...